Breaking News

Sabtu, 21 April 2012

Selamat Tinggal Calon Independen

Afifuddin Acal | The Globe Journal

Banda Aceh - Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) telah usai dilaksanakan tanpa ada gangguan yang berarti. Bila pun ada terjadi kerusuhan tidak membuat Aceh terjebak kembali dalam lingkaran kerusuhan.

Kerusuhan di Gayo Lues misalnya terjadi pembakaran kantor Camat, kantor KIP dan kenderaan dinas camat, tidak membuat situasi keamanan dan politik Aceh terganggu. Terlihat masih terkontrol dan masih mampu dikendalikan oleh pihak Kepolisian.

Masyarakat justru dikagetkan oleh gempa yang dahsyat membuat masyarakat berhamburan keluar rumah mencari daerah yang jauh dari pantai dan tinggi, bebas dari reruntuhan apapun. Bahkan membuat seluruh rakyat Aceh kalang kabut ingin menyelamatkan diri akibat alarm peringatan dini tsunami berbunyi.

Akankah pertanda baik, atau pertanda buruk menjelang Aceh memiliki pemimpin baru? Bahkan dari salah satu status dalam facebook mengatakan ini pertanda tidak baik karena gempa pada hari Rabu.

Tetapi sekarang tidak sedang membicarakan ekses dan mitos dari gempa tersebut. Ada hal yang lebih menarik dibicarakan menyangkut dengan calon perseorangan yang lesu. Hasil sementara yang muncul calon dari perseorangan mengalami kemunduran yang besar dalam meraih simpati rakyat.

Dari hasil yang dihimpun oleh The Globe Journal hampir semua daerah dimenangkan oleh calon yang diusung oleh partai politik, baik itu partai lokal maupun nasional. Terutama calon yang diusung oleh Partai Aceh yang merupakan partainya mantan kombatan mengalami peningkatan drastis mendapatkan kemenangan.

Lihat saja fenomena di Banda Aceh yang memiliki pemilih rasional. Penduduk Banda Aceh rata-rata memiliki pendidikan yang tinggi. Calon dari Independen tetap mengalami kekalahan. Justru yang meraih kemenangan adalah yang diusung oleh Partai Koalisi.

Demokrat, PPP, PAN, PKB dan Partai Sira yang mengusung Mawardi-Illiza mendapatkan suara terbanyak untuk sementara, kemudian disusul Aminullah – Muhibban yang diusung oleh Partai Golkar, PKS, PDA dan PBB
mendapatkan suara dua terbanyak di Kota Banda Aceh. Lagi-lagi suara terbanyak 1 dan 2 diraih oleh calon yang diusung oleh partai politik.

Walaupun menurut Koordinator Gerak Indonesia, Akhiruddin Mahyuddin mengatakan pada Serambi Kamis (12/4) Pemilukada di Banda Aceh mengalami cacat hukum. Hal ini disebabkan angka yang tidak memilih mencapai 40% lebih, sehingga Akhiruddin meminta untuk diulang kembali Pemilihan di Kota Banda Aceh.

Terlepas dari itu, pasangan Mawardi-Illiza meraup suara terbanyak untuk sementara. Artinya pasangan nomor urut 4 ini memenangkan kembali menjadi Wali Kota-Wakil Wali Kota banda Aceh. “Melanjutkan Pembangunan”, seperti slogan yang selalu dikampanyekan kembali terwujud untuk membuktikan karya-karyanya 5 tahun kedepan.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kekalahan calon perseorangan itu akibat masyarakat merasa belum percaya pada kekuatan individualistik. Artinya, Independen tidak memiliki mesin politik, atau kekuatan politik? Sehingga masyarakat ragu dengan kesiapan dan kemampuan calon yang memakai jalur perseorangan? Atau ada kesengajaan digiring untuk dikalahkan seluruh calon yang maju melalui jalur independen, supaya menjadi justifikasi bahwa calon perseorangan tidak sehat dalam demokrasi karena tidak mendapatkan tempat dihati rakyat.

Menurut Fachri Ali, pengamat politik yang tinggal di Jakarta mengungkapkan saat diwawancarai oleh TV One Pekan lalu, “Partai Aceh itu mempunyai alat untuk mengorganisir melakukan pemenangan, artinya mereka terkomandoi. Sedangkan Irwandi tidak memiliki alat, sehingga massanya cair, makanya Irwandi itu butuh alat ke depan bila mau eksis berpolitik, sehingga bisa menyeimbangi”.

Hal ini memang terbukti dengan kemenangan yang diraih oleh Partai Aceh. Lihat saja, pasangan dengan singkatan Zikir ini mampu mencuri hati rakyat untuk memilihnya dengan angka yang fantastis yaitu mencapai 54,53% menurut data Quick Count Citra Publik Indonesia (CPI) - Lingkaran Survei Indonesia Group (LSI).
Sedangkan Irwandi hanya mendapatkan suara sementara 29,76% dari seluruh Aceh dari hasil CPI-LSI tersebut. Namun ini masih hasil sementara yang didapatkan dari hasil perhitungan cepat, tetapi perhitungan cepat ini menurut pengakuan CPI-LSI margin of error +/- 1%. Hasil finalnya tetap harus menunggu hasil perhitungan
manual dilakukan oleh KIP Aceh yang diumumkan pada tanggal 18 April 2012 nanti.

Fachri Ali juga menjelaskan kembali menyangkut Irwandi mengalami kekalahan. Irwandi ungkapnya, sudah bekerja maksimal selama memerintah di Provinsi Aceh. Lihat saja keberhasilan JKA yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Demikian juga dengan program-program yang lainnya. Justru Fachri mengklaim tidak ada rakyat yang marah sama Irwandi. Kekalahan Irwandi karena Zaini Abdullah yang merupakan keponakan Tgk Muhammad Hasan Tiro mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah kali ini. Hasan Tiro yang merupakan deklarator Gerakan Aceh Merdeka(GAM) masih sangat berpangaruh ditengah-tengah masyarakat Aceh.

Bagaimana dengan kemunduran calon perseorangan dalam meraih kemenangan disetiap ajang pesta demokrasi baik di Aceh maupun seluruh Indonesia?

Padahal tahun 2006 hampir seluruh Aceh dimenangkan oleh calon perseorangan dalam pemilihan Kepala Daerah. Apakah ada upaya sistematis dari Partai Politik untuk melemahkan calon perseorangan supaya jalur ini ditiadakan. Akan menjadi pembenaran nantinya untuk menghilangkan jalur tersebut? Atau juga ada upaya secara sistematis campur tangan politik dari tingkat elit di Jakarta untuk memperjelas posisi bahwa calon perseorangan itu tidak diterima oleh rakyat, sehingga lebih mudah para elit Partai Politik nantinya untuk membatalkan calon perseorangan?

Simak saja seperti penuturan salah seorang mantan Calon Bupati Kabupaten Bener Meriah yang mencalonkan melalui Jalur Perseorangan Sri Wahyuni, SH.I, “Calon Independen tidak ada yang menang dalam pertarungan perebutan kekuasaan di Aceh merupakan permainan elit Partai Politik untuk menghapus adanya calon perseorangan di Aceh maupun di Indonesia secara umum”.

Lanjutnya lagi, “Sengaja memang Pemerintah Pusat ikut campur tangan langsung di Aceh untuk menggagalkan seluruh calon perseorangan, dengan demikian semakin besar alasan bagi mereka untuk menyatakan bahwa calon perseorangan tidak diterima oleh rakyat dan akan semakin gampang menghilangkan calon perseorangan tersebut,” pungkas Sri Wahyuni di Banda Aceh Kamis (12/4).

Meskipun dalam pelaksanaan Pemilukada 9 April lalu Asian Network for Free Elections (ANFREL) Foundation, menilai masih adanya terjadi praktek intimidasi dan teror. ANFREL yang merupakan lembaga pemantau Internasional menemukan beberapa fakta kecurangan dalam Pemilukada yang dilakukan oleh Penyelenggara seperti masuk kedalam TPS tanpa diminta oleh yang bersangkutan.

Dengan gagalnya mayoritas calon independen memenangkan Pemilukada Aceh, tampaknya waktu untuk mengucapkan "Selamat Tinggal Calon Independen" semakin dekat.
Read more ...

Menunggu Zaini-Muzakir Wujudkan Janji-janji Kampanye

Afifuddin Acal | The Globe Journal


Hasan Tiro, Tokoh Deklarator Gerakan Aceh Merdeka, Google.com

Banda Aceh-Tugas berat yang akan dihadapi oleh Parti Aceh (PA) dalam mengembankan amanah rakyat yang telah dijanjikan selama masa kampanye sudah saat untuk diwujudkan. Janji-janji yang telah disampaikan selama masa kampanye kepada masyarakat merupakan program yang sangat diinginkan oleh rakyat Aceh. Pasalnya, menurut hasil sementara pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf mendapatkan suara terbanyak.

Berbicara Aceh ingin dibuat layaknya Malaysia atau Singapore butuh waktu puluhan tahun. Belum lagi secara geografis maupun posisi kesiapan dari SDM dan infrastruktur dan fasilitas Aceh belum mendukung ke arah seperti dua negara tersebut. 

Ditambah lagi waktu lima tahun tidak akan rasional untuk mewujudkan cita-cita mulia tersebut. Oleh sebab itu PA harus mendesain program yang tersinergis dan mengarah pada visi dan misi, tentunya dengan tidak melupakan janji-janji manis pada saat kampanye.

Mulai dari janji memberikan Rp 1 juta per bulan dari dana hasil migas, pengangkatan honorer PNS, mendatangkan dokter dari luar negeri, menjadikan Aceh layaknya Singapura dan Malaysia, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat aceh. keseluruhan janji politik Zaini dan Muzakir menjadi harapan besar bagi rakyat Aceh yang sedang kesusahan dan keterpurukan ekonomi.

“Bagi saya ini pertaruhan serius dari Partai Aceh, bila berhasil, maka PA tetap akan bertahan sampai puluhan tahun. Jika gagal, kekuatan politik PA akan menurun dan berkurang hingga menjadi partai kecil. Seleksi alam berdasarkan politik akan terjadi sejalan dengan pengalaman partai nasional lainnya”, pungkas Aryos Nivada Pengamat Politik dan Kemanan Aceh di Atjeh Kupi Sabtu (14/4) pukul 12.54 wib.

Lanjutnya lagi, Jika tidak direalisasikan besar peluang nilai prestise gubernur Aceh terpilih dari PA akan hilang dimata rakyat. Dampak lain akan berpengaruh kepada mendapatkan suara PA pada pemilu 2014 nantinya.

Janji-janji politiknya tidak akan bisa diwujudkan bila tidak terjadi sinkronisasi dan sinergenisasi antara semua pihak. Oleh karena itu dibutuhkan keharmonisan dalam mewujudkan seluruh janji-janji manis yang telah disampaikan pada masyarakat semasa kampanye. Bila tidak dilakukan akan menuai disharmonis hubungan pemimpin dengan rakyat Aceh.

“Ditinjau dari logika probabilitas sulit janji-janji PA bisa realisasikan. Otomatis Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf bersama Partai Aceh harus mencari cara agar bisa terwujud janji pada saat kampanye. Ada sebuah pesan moral, di mana pemimpin yang sejati jika mampu melaksanakan janji kepada rakyatnya”, ketus Aryos.

Katakan saja misalnya, ungkap Aryos, janji pemberian Rp 1 juta dari dana Migas setiap Kepala Keluarga (KK) mendapatkan bantuan setiap bulannya. Hitungan kasar, jumlah KK di Aceh sekitar 1,2 juta KK, maka dalam 1 tahun butuh dana Rp 13,2 triliun, sedangkan dana APBA Rp.9 triliun, dan itu pun untuk gaji pegawai dan lain-lain. Jadi, dengan demikian Zaini-Muzakir harus mencari formulasi lain untuk bisa mewujudkan janji manis tersebut, karena rakyat sangat menantikan hal demikian.

Demikian juga dalam hal kesehatan, di mana janjinya mendatangkan dokter dari luar negeri. Rumah Sakit di Aceh nanti akan ditempatkan dokter-dokter ahli yang dari luar Negeri. Hal ini akan menimbulkan konflik baru dikemudian hari di Aceh. Dokter lokal akan bereaksi atas kebijakan yang akan merugikan tenaga medis lokal.

Sebenarnya, dokter dalam negeri memiliki kualitas yang sama bila ada perhatian yang serius dari Pemerintah, baik untuk meningkatkan SDM maupun dalam hal melengkapi fasilitas medis lainnya.

“Bila hal ini dilakukan, akan menimbulkan konflik baru, dokter lokal pasti akan terjadi penolakan. Dokter lokal sebenarnya juga memiliki kualitas yang sama bila diberi kesempatan dan difasilitasi oleh Pemerintah dengan memberikan kesempatan untuk belajar dan memiliki fasilitas medis yang lengkap”, jelas Aryos.

Alangkah baiknya bila ingin menghadirkan tenaga medis yang kualitas dunia, bukan dengan memperkerjakan dokter impor didalam Negeri. Tetapi Pemerintah bisa membangun rumah sakit yang bertaraf internasional. Sehingga masyarakat bila ingin berobat yang memiliki kualitas seperti berobat di Singapura sudah dimiliki oleh Aceh, dengan catatan rakyat Aceh tetap masih bisa menikmati kesehatan yang gratis tanpa harus membayar yang mahal, walau itu rumah sakit bertaraf internasional. Pemerintah harus bisa menjamin dan mensubsidi supaya rakyat tetap bisa menikmatinya tanpa harus mengeluarkan uang sepersenpun.

“Bisa didatangkan dokter luar negeri dengan membangun Rumah Sakit di Sabang misalnya, sebuah pulau yang menyediakan kesehatan kelas dunia. Dampak positifnya rakyat Aceh tidak perlu jauh-jauh berobat sampai ke luar negeri cukup di Sabang saja, tetap dengan catatan harus gratis untuk rakyat Aceh”, jelas Mahasiswa Megister Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM Yogja.

Menyangkut dengan janji mengangkat pegawai honorer menjadi PNS semuanya perlu dikaji ulang kembali. Selain itu Pemerintah dibawah Kepemimpinan Zaini-Muzakir harus benar-benar melakukan verifikasi yang ketat dan tanpa adanya KKN.

“Tenaga Honorer yang mau diangkat PNS perlu betul-betul diverifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai disiplin ilmu masing-masing. Yang terpenting harus bersih dari sikap KKN”, ketusnya.

Alangkah baiknya untuk mengentaskan kemiskinan, pemerintah harus bisa memikirkan untuk membuka lapangan kerja dibidang lainnya, maupun meningkatkan produktifitas pemberdayaan ekonomi micro rakyat. Bukan hanya mengandalkan pada ketersediaan lowongan kerja menjadi PNS. Karena tidak mungkin jutaan rakyat Aceh mampu menampung lapangan kerja hanya jadi PNS, tetapi harus ada membuka lapangan kerja dibidang lainnya dengan cara membangun industrialisasi untuk menjawab pengentasan pengangguran dan kemiskinan.

“Pemerintah harus mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat untuk melahirkan tenaga kerja selain PNS”, pungkas Aryos diakhir perbincangan. [003]
Read more ...
Designed By VungTauZ.Com