Oleh
: Afifuddin Acal
Pesta demokrasi di Aceh
masih sangat minim keterlibatan perempuan dalam pemilihan kepala daerah. Dari
data terakhir hanya 8 perempuan yang berani mencalonkan diri pada Pemilukada
2011 melalui jalur Independen. Sedangkan melalui jalur partai politik belum di
ketahui. Sedangkan untuk tingkat Provinsi tidak ada satupun bakal calon dari
kaum perempuan melalui jalur perseorangan. Hal ini semakin menunjukkan masih
sangat sedikit keterlibatan perempuan dalam mengisi pesta rakyat bulan desember
mendatang terutama dari kalangan akivis perempuan.
Dari delapan kontestan
hanya ada satu orang dari kalangan aktivis perempuan yang berani mencalonkan
diri sebagai Calon Bupati Kabupaten Bener Meriah yaitu Sri Wahyuni, SH.I yang
berpasangan dengan Tgk Suhirman. Aktivis perempuan ini dengan gagak berani
mencalonkan diri di Kabupaten Bener Meriah dataran tinggi gayo. Sri Wahyuhi
juga salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Aceh Bidang Perempuan
dan juga pernah bekerja di beberapa Lsm seperti Gerak Aceh, Kontras Aceh, BRR
NAD-NIAS Staf Badan Pemberdayan dan perlindungan dan terakhir bekerja di
departemen sosial bidang perdamaian dan resolusi konflik World Bank (Bank Dunia).
Selain kritis dan
cerdas di kenal di kalangan aktivis perempuan juga konsisten memperjuangkan
hak-hak perempuan dalam berbagai bidang. Selama ini juga di kenal sebagai
peneliti dan penulis yang selalu memberikan kritikan konstruktif dan memberikan
kontribusi yang banyak untuk memperjuangkan pembebasan perempuan dari
kungkungan patriarki. Pemikiran – pemikirannya sering kita baca di media cetak
maupun dalam buku tentang Dr.Muhammad Hasan Tiro pendiri Gerakan Aceh Merdeka
yang sekarang sudah berubah wajah kepartai politik yaitu Partai Aceh (PA) partai pemenang pemilu pada
tahun 2009 yang saat ini sedang gancar-gencarnya meminta Pilkada di tunda.
Makanya timbul beribu
pertanyaan dengan minimnya kalangan aktivis perempuan yang hadir dalam pesta
demokrasi tahun 2011 ini. Banyak kalangan aktivis perempuan yang tergabung
dalam wadah lsm-lsm perempuan belum berani tampil di depan untuk ikut terlibat
langsung dalam pengambil kebijakan di Pemerintah. Menjadi aneh ketika selama
ini terus berteriak dengan lantang harus ada keterlibatan perempuan dalam ranah
politik. Namun, ketika kesempatan itu terbuka hanya ada satu orang kalangan
aktivis perempuan yang berani maju dalam kompetisi pesta demokrasi. Keterlibatan
perempuan 30% itu tidak akan datang dengan sendirinya bila perempuan masih
tidak berani untuk tampil. Tidak cukup hanya membuat seminar, diskusi, workshop
dan kadang aksi di jalanan saat Women Day. Tidak cukup hanya sebatas itu kalau
serius ingin memperjuangkan kebebasan perempuan dari budaya patriarki, tetapi
harus berani membuktikan bahwa perempuan juga mampu dan siap berkompetisi
dengan siapapun. Padahal kesempatan untuk itu sangat terbuka lebar untuk bisa
terlibat langsung dengan berlakunya jalur independen di Aceh. Namun kesempatan
itu tidak di pergunakan dengan baik oleh kalangan aktivis perempuan yang selama
ini terus bersuara meminta perempuan di libatkan dalam dunia politik.
Namun saya sangat
mengapresiasi pada 7 perempuan lain yang sudah berani bertarung dalam Pilkada
mendatang. Patut di contoh oleh semua pihak, terutama kalangan aktivis
perempuan untuk berani tampil di depan. Padahal kita tau semua ke tujuh tokoh
perempuan yang ikut bertarung dalam pesta demokrasi tahun 2011 ini bukanlah
yang kita kenal sebagai aktivis perempuan, namun semua mereka berlatar belakang
pengusaha maupun lainnya. Hal ini patut di contoh oleh aktivis perempuan jejak
langkah mereka.
Walaupun kita tau bahwa
dalam memperjuangkan kesetaraan gender ini bukan hanya di lakukan oleh aktivis
perempuan semata. Pembebasan perempuan dari kukungan patriarki ini butuh banyak
orang baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Butuh dukungan semua pihak
untuk bisa keluar dari bencana social yang terus berlangsung semenjak primitive
sampai ke masyarakat modern. Namun disini penekanannya adalah akan lebih
lengkap dan sempurna apabila kalangan aktivis perempuan sendiri yang harus
gagah berani menjadi pelopor perubahan.
Masih
Kurang Kesadaran Politik
Hal lain masih
kurangnya kesadaran politik perempuan untuk mencalonkan diri dalam eksekutif karena
berkaitan dengan kepercayaan diri perempuan yang masih kurang dan tidak ada
support dari masyarakat kita. Baik itu kalangan aktivis perempuan, maupun dari
partai politik sendiri. Selain itu factor ekonomi juga sangat berpengaruh
berkurangnya kepercayaan diri perempuan untuk mencalonkan diri sebagai kepala
daerah. Memang hal ini tidak akan bisa mampu perempuan bertarung sendiri tanpa
ada dorongan juga dari kalangan laki-laki yang sudah sadar akan pentingnya
memperjuangakan kebebasan perempuan dari budaya patriarki.
Persoalan ini butuh
perhatian banyak pihak untuk bisa terus maju perempuan – perempuan Aceh seperti
masa lalu. Malahayati misalnya yang memipin perang saat itu, Cut Nyak Dhien
serta Cut Mutia yang dengan gagak berani berdiri di Barisan depan melawan
penjajah. Dimanakah Cut Nyak Dhien- Cut Nyak Dhien baru saat ini. Akankah Sri
Wahyuni menjadi tokoh perempuan yang akan menciptakan sejarah baru di Aceh.
Semoga…………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar