Breaking News

“Opium Politik” Untuk Kandidat

Kata “Opium” mengingatkan saya pada sebuah pendiskusian menyangkut dengan perkembangan peta politik pilkada di sebuah tempat. Terus, ada seseorang mengatakan dalam diskusi non-formal tersebut “ada yang memberikan Opium buat kandidat tersebut”. “lho... saya suka membaca “opium”. “Opium” yang dimaksud adalah “Opini Umum”. Karena Opini Umum sudah menjadi kebiasaan di kalangan mahasiswa Komuniksi dengan sebutan “Opium”.
Namun kali ini, sebutan itu justru menggelitik hati saya dan membuat semua peserta diskusi tertawa terbahak-bahak. Bahkan ada yang sampai air matanya keluar, ada juga harus memegang perutnya. Sebutan “Opium” mengundang semua untuk terus mengetahui maksud yang tersirat. Walaupun dalam tulisan ini sengaja penulis tidak menceritakan ibarat humor, karena hal ini persoalan serius dan sangat riskan terhadap kepemimpinan Aceh kedepan. Memang, pembaca kebingungan ketika membaca “opium” tersebut. Justru, saya sendiri juga demikian halnya menjadikan saya harus lebih keras berpikir kembali. “Opium”, arti sebenarnya adalah Opium, apiun, atau candu (slang Bahasa Inggris: poppy) adalah getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum L. atau P. paeoniflorum) yang belum matang. Namun sekarang tidak sedang membicarakan makna “opium” yang seperti tersebut di atas, tetapi membicarakan “opium” dalam makna politik. Namun “opium” ini juga tidak kalah membuat orang candu seperti orang kecanduan opium seperti penjelasan diatas.
Opini Umum (Opium)
Membicarakan bagaimana Opini Umum suatu masyarakat dapat direkayasa sedemikian rupa demi kepentingan golongan tertentu dan mengabaikan gambaran obyektif dari sekian informasi faktual yang ada. Termasuk tentang lingkungan palsu yang ada disekeliling kita dan atas semua yang kita percayai. Opini Umum kita terhadap sesuatu , baik itu benar ataupun salah akan mempengaruhi tindakan kita. Itulah sebabnya Opini Umum penting untuk digiring agar sejalan dengan kepentingan golongan tertentu atas nama : Negara, Pemerintah, Bangsa atau golongan tertentu dan lain- lain. Demikian juga halnya dengan “opium politik” harus menjadi perhatian kita semua pihak.
Namun kali ini “opium” yang di maksud disini bukanlah “Opini Umum” seperti di jelaskan pada paragraf sebelumnya. Walaupun secara substansi ada kedekatan karakter dan sifat Opium Politik tersebut. Karena pelaku opium politik itu mengabaikan kenyataan realitas dan fakta di lapangan. Sama halnya dengan Opini Umum juga mengabaikan realitas dan fakta di lapangan.

Opium Politik”
Hadirnya kembali calon independen di Aceh membuat banyak kalangan berkeinginan untuk mencalonkan menjadi orang nomor satu di setiap daerah. Sehingga membuat banyak orang latah ingin berpartisifasi pada Pilkada 2011. Saat inilah pelaku opium politik beroperasi, bergerilya kepada semua aktor politik yang punya nafsu besar untuk menjadi Gubernur maupun Bupati. Pelaku tersebut terus meyakinkan korban untuk maju dengan memberikan angin syurga kesetiap kandidat yang mereka jumpai. Mereka tidak peduli apakah korban yang mereka suntik itu berkwalitas atau tidak, yang terpenting bagi mereka korban bisa bermimpi indah duduk di Istana yang serba mewah dan serba dilayani . Sehingga korban tersebut ibarat orang mabuk minum keras tanpa sadarkan diri. Apapun yang di minta dari korban bisa langsung diberikan. Saat inilah pelaku akan menguras isi kantong korban. Korbanpun seperti terhipnotis menyerahkan semua yang ia miliki tanpa berpikir panjang. Kenapa bisa terjadi? Akal sehat tidak lagi di gunakan saat itu, ketika virus opium politik itu terus menerus di suntik.
Padahal kalau di lihat dari kapasitas, orang yang bertepuk dada ingin mencalonkan diri belum tentu ada kapasitas. Jangankan terpilih untuk Gub dan Bupati, kita calonkan untuk geuchik saja tidak ada orang yang pilih. Biasanya kandidat demikianlah yang mudah menyuntik “virus opium politik.
Banyak yang eforia dalam menyambut calon perseorangan ini dengan bangga menyatakan dirinya akan mencalonkan untuk Bupati maupun Gubernur. Membuat seseorang tidak rasioanal dan objektif dalam menilai kelayakannya. Mereka ini sering subjektif dalam bertindak dan menilai diri sendiri. Apalagi kalau suntikan opium politik semakin dahsyat, akhirnya over dosis. Bila over dosis yang terjadi, maka Rumah Sakit Jiwa akan menunggu.
Sebaiknya setiap kandidat yang mempunyai hasrat untuk ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi harus sangat berhati-hati dengan agen “opium politik”. Agen tersebut sangat lincah dalam merajut kata, merangkai kalimat di hadapan kandidat. Menilai pelaku tersebut sangat mudah bila objektif dalam berpikir dan bertindak. Mereka pasti akan memberikan angin syurga dan mengatakan hal – hal yang membuat seseorang melambung tinggi ke angkasa. Perkataan mereka biasa tidak rasional dan tidak masuk akal, sering berkata tidak sesuai dengan informasi faktual. Kalau di ibaratkan dengan ungkapan bahasa gaul adalah “lebay”. Kalau hal ini terjadi, bersiap-siaplah suntikan “virus opium politik” akan segera di lakukan.
Opium politik memang lumrah terjadi setiap menjelang suksesi pesta demokrasi didaerah manapun. Apalagi di tengah – tengah masyarakat yang apatis terhadap politik dan sudah sangat kecewa terhadap janji – janji belaka. Pelaku ini sebenarnya mereka yang melacurkan diri atau dalam istilah lain ”broken politik” untuk mengeruk keuntungan sesaat. Penyuntik opium politik ini hanya mempergunakan kebegokan seseorang untuk kepentingan pribadinya. Sehingga banyak kandidat akan melambung tinggi mendengar janji-janji manis penyuntik opium politik ini.
Designed By VungTauZ.Com