Breaking News

Rabu, 22 Juni 2011

Pengantar Ekonomi Politik

I. Produksi Barang-Barang Kebutuhan Adalah Basis Dari Kehidupan Sosial Kita harus memulainya dari pemahaman yang sangat mendasar. Bahwa untuk mempertahankan dan melanjutkan hidupnya, manusia harus dapat mencukupi kebutuhan utamanya yaitu: makanan, pakaian dan tempat tinggal. Oleh karena itu manusia harus memproduksi semua kebutuhan-kebutuhannya. Dalam proses produksi inilah, manusia menggunakan dan mengembangkan alat-alat produksi (alat alat kerja dan obyek kerja) disamping tenaga kerjanya sendiri. Dari mulai tangan, kapak, palu, lembing, palu, cangkul hingga komputer serta mesin-mesin modern seperti sekarang ini. Alat-alat produksi (ada teknologi didalamnya) dan tenaga kerja manusia (ada pengalaman, ilmu pengetahuan didalamnya) tidak pernah bersifat surut melainkan terus maju disebut sebagai Tenaga produktif masyarakat yaitu kekuatan yang mendorong perkembangan masyarakat. II. Hubungan Produksi, Tenaga Produktif dan Cara Produksi Dalam suatu aktivitas proses produksi guna memenuhi kebutuhannya manusia berhubungan dengan manusia lain. Karena Proses produksi selalu merupakan hasil saling hubungan antar manusia, maka sifat dari produksi juga selalu bersifat sosial. Saling hubungan antar manusia dalam suatu proses produksi ini disebut sebagai hubungan sosial produksi. Dari kegiatan produksi ini kemudian muncul kegiatan berikutnya yaitu distribusi dan pertukaran barang. Hubungan sosial produksi dalam sebauh masyarakat bisa bersifat kerja sama atau bersifat penghisapan. Hal ini tergantung siapakah yang memiliki atau menguasai seluruh alat-alat produksi (alat-alat kerja dan obyek kerja). Hubungan sosial produksi dan tenaga produktif (alat-alat produksi dan tenaga kerja) inilah kemudian membentuk suatu cara produksi dalam suatu masyarakat. Misalnya cara produksi komunal primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme dan sosialisme. Perubahan yang terjadi dari suatu cara produksi tertentu ke cara produksi yang lain terjadi akibat berkembangnya tenaga produktif dalam suatu masyarakat yang akhirnya mendorong hubungan produksi lama tidak dapat dipertahankan lagi dan menuntut adanya hubungan produksi baru. Inilah hukum dasar sejarah masyarakat dan merupakan sumber utama dari semua perubahan sosial yang ada. III. Kelas-Kelas Dalam Masyarakat Berdasarkan Posisi dan hubungannya dengan alat-alat produksi inilah masyarakat kemudian terbagi kedalam kelompok-kelompok yang disebut kelas-kelas. Misalnya Dalam suatu masyarakat berkelas selalu terdapat dua kelas utama yang berbeda yang saling bertentangan berdasarkan posisi dan hubungan mereka dengan alat-alat produksi. Tetapi, tidak semua cara produksi masyarakat terdapat pembagian kelas-kelas. Dalam sejarah umat manusia terdapat suatu masa dimana belum terdapat pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas. Misalnya dalam cara produksi komunal primitif, alat-alat produksi dimiliki secara bersama (atau alat produksi adalah milik sosial). Posisi dan hubungan mereka atas alat-alat produksi adalah sama. Semua orang bekerja dan hasil produksinya dibagi secara adil diantara mereka. Karena alat produksi masih primitif hasil produksinya pun belum berlebihan diatas dari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga tidak ada basis/alasan orang/kelompok untuk menguasai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu tidak ada pembagian kelas-kelas dalam masa ini. Yang ada hanyalah pembagian kerja, ada yang berburu, bercocok tanam dan lain-lain. Masyarakat berkelas muncul pertama kali ketika kekuatan-kekuatan produksi (alat-alat kerja dan tenaga kerja) berkembang hingga menghasilkan produksi berlebih. Kelebihan produksi inilah yang pertama kali menjadi awal untuk kelompok lain untuk mengambil kelebihan produksi yang ada. Dalam setiap masyarakat berkelas yang ada selalu didapati adanya pengambilan/perampasan atas hasil produksi. Perampasan atas hasil produksi inilah yang kemudian sering dinamakan dengan penghisapan. Lain halnya dalam cara produksi setelah komunal primitif yaitu perbudakan, yang menghasilkan dua kelas utama yaitu budak dan pemilik budak. Dalam masa perbudakan alat-alat produksi beserta budaknya sekaligus dikuasai oleh pemilik budak. Budaklah yang bekerja menghasilkan produksi. Hasil produksi seluruhnya dikuasai oleh pemilik budak. Budak sama artinya dengan sapi, kerbau atau kuda. Pemilik budak cukup hanya memberi makan budaknya. Sementara dalam masa feodalisme (berasal dari kata feodum yang berarti tanah) dimana terdapat dua kelas utama yaitu tuan feodal (bangsawan pemilik tanah) dengan kaum tani hamba atau petani yang pembayar upeti. Produksi utama yang dihasilkan didapatkan dari mengolah tanah. Tanah beserta alat-alat kerjanya dikuasai oleh tuan feodal atau bangsawan pemilik tanah. Kaum Tani hambalah yang mengerjakan proses produksi. Ia harus menyerahkan (memberikan upeti) sebagian besar dari hasil produksinya kepada tuan feodal atau para bangsawan pemilik tanah. Begitu pula halnya dalam sistem kapitalisme yang menghasilkan dua kelas utama yaitu kelas kapitalis dan kelas buruh. Proses kegiatan produksi utamanya adalah ditujukan bukan untuk sesuai dengan kebutuhan manusia, melainkan untuk menghasilkan barang–barang dagangan untuk dijual ke pasar, untuk mendapatkan keuntungan yang menjadi milik kapitalis. Keuntungan yang didapat ini kemudian dipergunakan untuk melipatgandakan modalnya. Keuntungan yang didapatkan dari hasil kerja buruh ini, dirampas dan menjadi milik kapitalis. Buruh berbeda dengan budak atau tani hamba. Buruh, adalah manusia bebas. Ia bukan miliknya kapitalis. Tetapi 7 jam kerja sehari atau lebih dalam hidupnya menjadi milik kapitalis yang membeli tenaga kerjanya. Buruh juga bebas menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis manapun dan kapanpun ia mau. Ia dapat keluar dari kapitalis yang satu ke kapitalis yang lain. Tetapi akibat sumber satu-satunya agar ia dapat hidup hanya menjual tenaga kerjanya untuk upah, maka ia tidak dapat pergi meninggalkan seluruh kelas kapitalis. Artinya buruh diikat, dibelenggu, diperbudak oleh seluruh kapitalis, oleh sistem kekuasaan modal, oleh sistem kapitalisme. Kita akan membahas persoalan lebih detail lagi. KAPITALISME Kapitalisme, adalah sebuah nama yang diberikan terhadap sistem sosial dimana alat-alat produksi, tanah, pabrik-pabrik dan lain-lain dikuasai oleh segelintir orang yaitu kelas kapitalis (pemilik modal). Jadi kelas ini hidup dari kepemilikannya atas alat-alat produksi. Sementara kelas lain (buruh) yang tidak menguasai alat produksi, hidup dengan bekerja (menjual tenaga kerjanya) kepada kelas kapitalis untuk mendapatkan upah. Kepemilikan alat-alat produksi kemudian dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang untuk dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus. Pengusaha yang pandai adalah seorang yang membayar sekecil mungkin terhadap apa yang dibelinya dan menerima sebanyak mungkin terhadap apa yang dijualnya. Tahap awal menuju keuntungan yang tinggi adalah menurunkan biaya-biaya produksi. Salah satu biaya produksi adalah upah buruh. Oleh karena itulah kepentingan pengusaha untuk membayar upah serendah mungkin. Selain itu pengusaha juga berkepentingan untuk mendapatkan hasil kerja buruhnya sebanyak mungkin. Kepentingan dari para pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang bekerja (buruh) kepada mereka. Kelas buruh berkepentingan terhadap meningkatnya upah, meningkatnya kesejahteraannya. Kedua kelas ini bertindak sebagaimana kepentingan (keharusan) yang ada pada mereka. Masing-masing hanya dapat berhasil dengan mengorbankan yang lain. Itulah mengapa, dalam masyarakat kapitalis, selalu ada pertentangan antara dua kelas tersebut. I. NILAI LEBIH Kelas buruh yang tidak memiliki alat produksi harus menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan upah untuk membeli sejumlah barang untuk kebutuhan hidupnya. Tetapi apakah upah itu? Bagaimana upah itu ditentukan? Upah adalah jumlah uang yang dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja tertentu. Yang dibeli kapitalis dari buruh adalah bukan kerjanya melainkan tenaga kerjanya. Setelah ia membeli tenaga kerja buruh, ia kemudian menyuruh kaum buruh untuk selama waktu yang ditentukan, misalnya untuk kerja 7 jam sehari, 40 jam seminggu atau 26 hari dalam sebulan (bagi buruh bulanan). Tetapi bagaimana kapitalis atau (pemerintah dalam masyarakat kapitalis) menentukan upah buruhnya sebesar 591.000 perbulan (di DKI misalny) atau 20 ribu per hari (untuk 7 jam kerja misalnya)? Jawabanya karena tenaga kerjanya adalah barang dagangan yang sama nilainya dengan barang dagangan lain. Yaitu ditentukan oleh jumlah kebutuhan sosial untuk memproduksikannya (cukup agar buruh tetap punya tenaga untuk bisa terus bekerja). Yaitu kebutuhan hidupnya yang penting yaitu kebutuhan pangan (Misalnya 3 kali makan), sandang (membeli pakaian, sepatu dll) dan papan (biaya tempat tinggal) termasuk juga untuk untuk menghidupi keluarganya. Dengan kata lain cukup untuk bertahan hidup, dan sanggup membesarkan anak-anak untuk menggantikannya saat ia terlalu tua untuk bekerja, atau mati. Lihat misalnya konsep upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Jadi upah yang dibayarkan oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa besar jumlah barang dan keuntungan yang diperoleh kapitalis. Misalnya saja sebuah perusahan besar (yang telah memperdagangkan sahamnyadi pasar saham) sering mengumumkan keuntungan perusahaan selama setahun untung berapa ratus milyar. Tetapi dari manakah keuntungan ini di dapat? Jelas keuntungan yang didapat dari hasil kegiatan produksinya. Tetapi yang mengerjakan produksi bukanlah pemilik modal melainkan para buruh yang bekerja di perusahaannya lah yang menghasilkan produksi ini. Yang merubah kapas menjadi banang, merubah benang menjadi kain, merubah kain menjadi pakaian dan semua contoh kegiatan produksi atau jasa lainnya. Kerja kaum buruh lah yang menciptakan nilai baru dari barang-barang sebelumnya. Contoh sederhana misalnya. Seorang buruh di pabrik garmen dibayar 20.000 untuk kerja selama 8 jam sehari. Dalam 8 jam kerja ia bisa menghasilkan 10 potong pakaian dari kain 30 meter. Harga kain sebelum menjadi pakaian permeternya adalah 5000 atau 150.000 untuk 30 meter kain. Sementara untuk biaya benang dan biaya-biaya produksi lainnya (misalnya listrik, keausan mesin dan alat-alat kerja lain) dihitung oleh pengusaha sebesar 50.000 seharinya. Total biaya produksi adalah 20.000 (untuk upah buruh) + 150.000 (untuk kain) + 50.000 (biaya produksi lainnya) sebesar 220.000. Tetapi pengusaha dapat menjual harga satu kainnya sebesar 50.000 untuk satu potong pakian atau 500.000 untuk 10 potong pakaian di pasaran. Oleh karena itu kemudian ia mendapatkan keuntungan sebesar 500.000 – 220.000 = 280.000. Jadi kerja 8 jam kerja seorang buruh garmen tadi telah menciptakan nilai baru sebesar sebesar 240.000. Tetapi ia hanya dibayar sebesar 20.000. Sementara 220.000 menjadi milik pengusaha. Inilah yang disebut nilai lebih. Padahal bila ia dibayar 20.000, ia seharusnya cukup bekerja selama kurang dari 1 jam dan dapat pulang ke kontrakannya. Tetapi tidak, ia tetap harus bekerja selama 8 jam karena ia telah disewa oleh pengusaha untuk bekerja selama 8 jam. Jadi buruh pabrik garmen tadi bekerja kurang dari satu jam untuk dirinya (untuk menghasilkan nilai 20.000 yang ia dapatkan) dan selebihnya ia bekerja selama 7 jam lebih untuk pengusaha (220.000). II. Akumulasi Kapital Dan Krisis Kapitalisme Seperti yang di jelaskan sebelumnya bahwa kapitalisme hidup pertama dari kepemilikan mereka atas alat-alat produksi yang seharusnya menjadi milik sosial (lihat sejarah masyarakat bahwa pada awalnya alat-alat produksi ini adalah milik bersama/sosial). Kepemilikan alat-alat produksi ini dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang yang dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar, dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus. Sederhananya, kapital menuntut kapitalis untuk terus mengakumulasi modal, untuk menjadi kaya, kaya sekaya-kayanya untuk semakin kaya lagi, dan tidak ada kata cukup untuk menambah kekayaan. Ini semua bukanlah persoalan kapitalisnya serakah atau rakus atau karena kapitalisnya adalah orang yang tidak taat agama, orang Cina, Amerika, Jepang, Korea, Arab dll. Semua kapitalis adalah sama. Karena memang tuntutan ini bukan karena ada watak-watak serakah dari individu-individu kapitalis. Melainkan tuntutan dari cara kerja sistem kapitalisme menuntut setiap kapitalis untuk menjadi demikian. Penjelasannya seperti di bawah ini. Misal bahwa harga ditentukan oleh komposisi permintaan dan penawaran. Adanya permintaan yang besar terhadap suatu barang, sementara penawaran (persedian) yang ada lebih kecil dari permintaan pasar menyebabkan harga suatu barang barang dagangan meningkat. Kejadian ini menyebabkan kapital akan bergerak ke keadaan dimana permintaan meningkat, yang menyebabkan kapital berkembang. Ketika harga suatu barang dagangan tinggi akibat permintaan lebih besar daripada barang yang tersedia di pasar, maka untuk memperbesar keuntungan maka si kapitalis meningkatkan jumlah barang dagangannya. Ini dilakukan dengan cara meningkatkan/menambah jumlah mesin yang ia miliki, menambah jumlah buruh, melakukan pembagian tugas/kerja yang lebih canggih (lebih kecil), melakukan percepatan, dan meningkatkan efisiensi dalam pabrik. Tetapi mesin-mesin juga menciptakan kelebihan populasi pekerja, mereka juga mengubah watak buruh. Buruh-buruh trampil menjadi tidak berguna ketrampilannya karena ketrampilannya telah diganti oleh mesin. Lihat misalnya para sarjana yang kerja di perbankan, atau di perusahaan-perusahaan lainnya, mereka yang telatih menggunakan komputer, memiliki kemampuan akutansi, memiliki bermacam keahlian. Semua ketrampilan dan keahlian ini menjadi tidak berguna. Karena dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi proses mekanisasi kerja. Kerjanya kini hanya memasukkan data-data setiap harinya. Terus berulang-ulang. Dengan penggantian mesin, anak-anak juga dapat dipekerjakan. Penambahan mesin-mesin baru yang lebih modern/canggih (ingat sifat dari teknologi yang terus berkembang) memungkinkan seorang buruh dapat memproduksi sebanyak tiga kali lipat, sepuluh kali lipat, tujuh belas, atau puluhan kali lipat dari sebelumnya. Dengan cara ini, maka hasil produksi dapat jauh lebih besar. Harga biaya produksi bisa lebih diperkecil. Tetapi semua tindakan kapitalis diatas tidak saja dilakukan oleh satu kapitalis saja melainkan kapitalis yang lain juga melakukan tindakan yang sama. Masing-masing berlomba untuk dapat menguasai pasar, bahkan dengan menurunkan harga barang dagangan tadi (walaupun harganya tetap diatas biaya produksi). Persaingan ini terus terjadi. Dimana disatu titik akan menyebabkan beberapa kapitalis yang kalah dalam persaiangan ini terpaksa kalah, bangkrut atau pindah ke usaha lain yang berkembang. Kapitalis-kapitalis yang modalnya lebih besar memenangkan pertarungan ini. Sejak satu abad yang lalu, dengan mesin-mesin baru yang lebih canggih (hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) kemampuan produksi kapitalisme telah dapat memenuhi jumlah dari permintaan yang ada, bahkan telah jauh diatasnya. Hingga akhirnya produksi barang jauh lebih besar dibanding dengan kemampuan pasar untuk membeli barang-barang ini. Akhirnya si kapitalis kini bukan saja harus memikirkan bagaimana mendapatkan untung dari penjualan barang produksinya melainkan juga bagaimana dapat menjual barang dagangannya yang berlimpah (diatas permintaan pasar) yang juga harus bersaing dengan kapitalis lain, menyebabkan kebangkrutan dari beberapa kapitalis. Kebangkrutan jelas juga membawa akibat terphknya buruh di perusahaan yang kalah bersaing ini. Rakyat pekerja dilempar ke jalan-jalan menjadi pengangguran. Sementara itu, barang-barang produksi melimpah di pasar, sementara masyarakat tidak memiliki daya beli untuk mengkonsumsi barang—barang ini. Ini juga menyebabkan kebangkrutan kembali dari perusahaan-perusahaan yang ada. Inilah cara kerja kapitalisme, dimana didalam keteraturannya (ketertibannya) terkandung ketidaktertibannya, liar, anarki produksi. III. NEGARA Klas kapitalis, melalui penghisapannya terhadap klas pekerja, telah mendapatkan kenyamanan, kekayaan dan martabat. Sementara klas buruh justru mendapatkan kemiskinan, dan kesengsaraan. Mengapa kelas yang sebenarnya minoritas dalam jumlah populasi di bumi ini (kapitalis) justru lebih diuntungkan dibandingkan dengan kelas mayoritas penduduk dunia (buruh). Kondisi terus bertahan hingga saat ini karena terdapat sistem kekuasaan sosial ekonomi oleh kelas minoritas yang kaya terhadap mayoritas kelas buruh. Alat untuk mempertahankan penindasan satu kelas terhadap kelas lain adalah negara. Dalam pertentangan kelas kapitalis dan kelas buruh kelas kapitalis menggunakan negara sebagai sebuah senjata yang sangat diperlukan melawan pihak yang tidak memiliki. Kita sering didengungkan oleh kampanye pemerintahan kapitalis bahwa mereka mewakili semua orang, yang kaya dan miskin. Tetapi sebenarnya, sejak masyarakat kapitalis yang didasarkan atas kepemilikan pribadi atas alat produksi serangan apapun terhadap kepemilikan kapitalis akan dihadapi dengan kekerasan dari pemeritnahan kapitalis. Melalui kekuatan tentara, UU, hukum, pengadilan dan penjara negara telah berfungsi menjadi anjing penjaga dari keberlangsungan sistem kepemilikan pribadi yang menguntungkan kelasminoritas. Klas yang berkuasa secara ekonomi –yang memiliki alat-alat produksi– juga berkuasa secara politik. Sejak negara sebagai alat melalui salah satu klas yang menentukan dan mempertahankan dominasinya/kekuasannya terhadap klas yang lain, kebebasan sejati bagi sebagian besar yang tertindas tak dapat terwujud. Negara terwujud untuk menjalankan keputusan-keputusan dari klas yang mengontrol pemerintah. Dalam masyarakat kapitalis negara menjalankan keputusan-keputusan dari klas kapitalis. Keputusan-keputusn tersebut dipola untuk mempertahankan sistem kapitalis dimana klas pekerja harus bekerja melayani pemilik alat-alat produksi. * MONOPOLI Persaingan, sesuai teori, adalah sesuatu yang baik, Tetapi pemodal menemukan bahwa praktek tidak sesuai dengan teori. Mereka menemukan bahwa persaingan mengurangi keuntungan sedangkan penggabungan meningkatkan keuntungan. Bila semua kapitalis tertarik pada keuntungan jadi mengapa bersaing? Lebih baik bergabung. Melalui penggabungan modal industri dan keuangan berkemampuan untuk berkembang hingga ke tingkat yang begitu besar dimana dalam beberapa industri saat ini sedikit dari perusahaan, secara nyata, menghasilkan lebih dari setengah jumlah keseluruhan produksi atau mendekati jumlah seluruhnya. Misalnya perusahaan sofware komputer Microsoft atau yang lain (kawan-kawan bisa sebutkan contohnya di Indonesia). Tidak sulit untuk melihat bahwa dengan dominasi yang luas seperti itu, monopoli kapitalis berada di posisi sebagai penentu harga-harga. Dan mereka memang melakukan hal itu. Mereka menetapkannya pada titik dimana mereka dapat membuat keuntungan tertinggi. Mereka menentukannya melalui persetujuan diantara mereka sendiri, atau melalui pengumuman harga perusahaan terkuat dan perusahaan sisanya memainkan peran sebagai “pengikut”, atau, seperti seringkali terjadi, mereka mengontrol paten dasar dan memberikan surat ijin untuk memproduksi hanya sebatas persetujuan yang telah ditentukan. Monopoli membuat kemungkinan bagi para pemegang monopoli untuk mengerjakan tujuannya – membuat keuntungan yang besar. Industri yang bersifat bersaing menghasilkan keuntungan pada saat-saat yang baik dan memperlihatkan defisit di saat-saat buruk. Tetapi bagi industri yang bersifat monopoli, polanya berbeda – mereka menghasilkan keuntungan yang besar di saat-saat yang baik, dan beberapa keuntungan di saat buruk. IMPERIALISME DAN PERANG Pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke-20, pertukaran komoditi telah menciptakan internasionalisasi hubungan ekonomi dan internasionalisasi kapital, bersamaan dengan peningkatan produksi sekala besar, sehingga kompetisi digantikan dengan monopoli. Dengan kata lain, dalam persaingan bebas, kenaikan produksi berskala luas akan diambil alih oleh monopoli. Ciri dominan bisnis kapitalis adalah perusahaan-perusahaan yang tidak bisa lagi berkompetisi baik di dalam negerinya sendiri maupun ketika berhubungan dengan negeri-negeri lain, berubah menjadi monopoli persekutuan pengusaha, semacam perserikatan pengusaha (trust), membagi-bagi pasar dunia bagi kepentingan akumulasi kapitalnya masing-masing. Ciri khas penguasa berubah menjadi pemilik kapital keuangan, kekuatan yang secara khas bergerak dan luwes secara khas jalin menjalin baik di dalam negerinya sendiri maupun secara internasional yang menghindari individualitas dan dipisahkan dari proses produksi langsung yang secara khas mudah dikonsentrasikan atau suatu kekuatan yang secara khas memang sudah memiliki langkah panjang di jalanan yang menuju pusat konsentrasi, sehingga tangan beberapa ratus milyuner saja dan jutawan saja bisa menggenggam dunia. Kemampuan produksi sebuah barang telah melampaui jumlah penduduk dalam suatu negeri yang mengkonsumsi barang-barang dagangan ini. Tetapi tuntutan kapitalisme bahwa barang-barang ini harus tetap dijual ke pasar untuk mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa kaum kapitalis harus menjual barang-barang tersebut keluar negeri. Mereka harus menemukan pasar luar negeri yang akan menyerap kelebihan penjualan pabrik mereka. Inilah kemudian yang menyebabkan terjadinya penjajahan (kolonialisme) dari suatu bangsa atas bangsa lain. Kepentingan untuk melakukan penjajahan ke negeri lain bukan saja untuk menjual barang-barang dagangan mereka, melainkan juga kebutuhan akan persediaan bahan-bahan mentah yang sangat besar bagi kegiatan produksi mereka seperti karet, minyak, timah, tembaga, nikel. Mereka menginginkan untuk mengontrol sendiri sumber-sumber bahan-bahan mentah yang penting tersebut. Kedua faktor inilah yang kemudian menimbulkan imperialisme, membangkitkan peperangan antar satu negeri dengan negeri lain. Perebutan pasar di negeri-negeri jajahan akhirnya menimbulkan perang. Semua perang-perang yang terjadi baik perang dunia I, II maupun perang dikomandoi oleh AS saat ini tidak terlepas dari kerangka untuk mendapatkan pasar-pasar baru. Zaman imperilisme, ditandai oleh kendali setiap oligarki keuangan negeri-negeri kapitalis maju, yang menggunakan kekuasaaan paksaan dan kekerasan terorganisir (mesin-mesin negara yang mereka pimpin) untuk mempertahankan dominasi imperialnya terhadap kehidupan ekonomi dan politik negeri-negeri terbelakang, serta untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dengan mengorbankan kelas pekerja di negerinya sendiri dan negeri-negeri lain. Kapitalisme Neoliberal Perang dunia II telah berhasil membangkitkan kembali perkembangan modal di negeri-negeri dunia I. Perkembangan ini telah memacu ekspansi modal dari negeri-negeri imperialis dunia pertama bergerak ke negeri-negeri miskin di dunia III. Sejak tahun 1960-an munculnya perusahaan-perusahaan transnasional dunia I di negeri-negeri dunia III terjadi cukup masif. Namun tuntutan perluasan pasar atas tuntutan dari perkembangan modal di negeri-negeri dunia I dirasakan dihambat akibat sejumlah proteksi dari negara-negara dunia III. Oleh karena itu kemudian pemerintah negara-negara imperialis yang tergabung dalam kelompok G7 melihat kebutuhan untuk melakukan sejumlah reformasi strukturural di negara-negara dunia III. Dalam pertemuan tahunan mereka pada tahun 1976 dihasilkan sebuah kesepkatan untuk melakukan reformasi neoliberal yang pada intinya berisi: pencabutan berbagai subsidi negara, kemudahan masuknya investasi asing, privatisasi, liberalisasi perdagangan. Kekuasaan negara-negara imperialis dalam mengontrol lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia ia telah berhasil mendorong kebijakan neoliberal ini untuk menjadi kebijakan global di seluruh negeri. Lembaga-lembaga keuangan interanasional ini berfungsi tidak lebih sebagai agen pemerintaha negeri-negeri imperialis untuk menjalankan kebijakan ekonomi neoliberal. Ekspor modal melalui hutang luar negeri dari IMF dan Bank dunia menjadi senjata untuk menekan pemerintah negeri-negeri dunia III untuk menjalakan kapitalisme neoliberal. Walaupun demikian kebijakan ekonomi neoliberal telah terbukti gagal dipraktekkan di sejumlah negara. Paket reformasi neoliberal telah menyebabkan negara miskin dunia ketiga menjadi lebih miskin lagi. Kaum kapitalis bersama pemerintahan negeri-negeri imperialis mencoba mempertahankan kebijakan ini dengan cara memunculkan sebuah propaganda (ideologi) tentang globalisasi. Dalam pandangan ini, perkembangan ekonomi telah menjadi global. Aturan-aturan sebuah negara tidak lagi relevan dalam situasi perekonomian dunia saat ini. Oleh karena itu globalisasi dunia dalam makna globalisasi neoliberal tidak dapat dilawan oleh siapapun karena merupakan tuntutan dari perkembangan ekonomi dunia. Kenyataannya justru menunjukkan berlainan. Misalnya saja arus investasi dan jumlah barang dunia justru terkonsentrasi di negeri-negeri imperialis. Yang menjadi kenyataan dalam kebijakan ekonomi neoliberal saat ini adalah GLOBALISASI KEMISKINAN dan krisis global sistem kapitalisme. Kapitalisme telah terbukti tidak mampu mensejahterahkan rakyat pekerja, dan rakyat miskin bukan saja di negeri-negeri miskin dunia III melainkan juga kini di negri-negeri dunia I. Tingkat kesejahteraan rakyat pekerja di negeri-negeri dunia I telah merosot. Wajar kemudian bila kemudian mulai bangkitnya perlawanan baik dari kaum buruh, pemuda, mahasiswa, perempuan, aktivitis lingkungan menentang keberadaan kapitalisme. Begitu pula halnya di negeri-negeri miskin dunia III, mulai menyadari bahwa perjuangan kaum buruh tidak dapat dilakukan hanya sebatas perjuangan menuntut perbaikan upah semata tanpa menghapuskan akar dari penghisapand dan kemiskinan serta ketidakadilan yaitu sistem kapitalisme. Perjuangan harus ditujukan untuk melakukan perjuangan politik yaitu untuk demokrasi rakyat miskin dan perjuangan untuk sebuah sistem masyarakat yang adil yaitu SOSIALISME. ********
Read more ...

Ilmu Politik

ILMU politik merupakan cabang dari ilmu-ilmu sosial lain, seperti antropologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan sebagainya. Sampai saat ini ilmu politik memiliki perkembangan yang sangat pesat. Dalam pandangan Profesor Voegelin dalam The New Science of Politics dikatakan justru dalam keadaan yang transitoir, dalam keadaan yang tidak stabil, dalam periode revolusioner-lah, ilmu politik tampaknya cenderung untuk berkembang dengan pesat. 

Menurut Budiardjo (1993), jika dilihat dari dasar konseptual, kerangka, fokus dan ruang lingkupnya, maka ilmu politik bisa dikategorikan sebagai ilmu yang paling muda, karena baru dilahirkan pada akhir abad ke-19. Sebaliknya, jika di tinjau dari sisi yang lebih luas, yakni sebagai pembahasan yang lebih rasional tentang berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka sebaliknya ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan sering dikatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu sosial yang paling tua. Hal ini bisa dipelajari semenjak zaman Yunani Kuno di mana pemikiran tentang negara sudah dikemukakan (450 SM). 

Dalam konteks nusantara Indonesia, pemikiran tentang politik sudah ditemukan semenjak masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15, di mana di masa itu telah ditulis sebuah karangan yang sangat terkenal, bahkan sampai sekarang, yakni Kitab Negarakertagama. Pada masa itu pula ada pujangga yang mengarang Babad Tanah Jawi, sebuah kitab yang di dalamnya menggambarkan perkembangan nusantara di masa lalu. Namun demikian, karena pada saat itu dunia dikuasai oleh banyaknya pemikiran Barat, maka pemikiran-pemikiran dari negara-negara Asia tidak banyak terungkap. Akibatnya pemikiran tentang politik sampai kini lebih banyak didominasi oleh pemikiran Barat.
Read more ...

Struktur Organisasi Partai Komunis, Metode dan Cara Kerjanya

Bagian I

Diterjemahkan dari The Organisational Sructure of the Communist Parties, the Methods and Content of Their Work
Dokumen Kongres III KOMINTERN di Moscow, Juli-Agustus 1921
http://indomarxist.tripod.com

I.PRINSIP-PRINSIP UMUM

Bentuk-bentuk organisasi partai harus selalu disesuaikan dengan kondisi‑kondisi dan tujuan dari aktivitasnya. Pada setiap tahap perjuangan kelas revolusioner dan dalam periode peralihan menuju sosialisme yang merupakan tahap pertama dalam perkembangan masyarakat komunis‑ partai Komunis harus menjadi pelopor (vanguard) dan bagian yang termaju dari kaum proletar.

Tidak ada satupun bentuk organisasi yang secara mutlak tepat untuk diterapkan bagi seluruh partai Komunis di sepanjang jaman. Karena kondisi‑kondisi perjuangan kelas proletar terus menerus berubah maka pelopor proletariat pun harus selalu mencari bentuk-bentuk organisasi yang efektif, sehingga ia selalu bisa menjawab setiap perubahan yang terjadi. Kondisi‑kondisi khas yang terdapat di setiap negeri mengharuskan adanya penyesuaian dari partai‑partai Komunis setempat. Walaupun demikian, perbedaan‑perbedaan itu ada batasnya. Memang perjuangan kelas proletar itu beragam dari satu negeri ke negeri lainnya, sesuai dengan tahapan revolusinya, namun gerakan Komunis Internasional memandang tetap adanya kesamaan kondisi, sebagai sesuatu yang sangat penting untuk diperhitungkan. Justru kesamaan inilah yang menjadi basis bagi organisasi‑organisasi partai Komunis di semua negeri. Berdasar hal ini, adalah sangat penting untuk mengembangkan dan memperbaiki organisasi‑organisasi partai Komunis yang selama ini ada. Namun ia sama sekali tidak dimaksudkan untuk menerapkan model yang baru atau untuk menerapkan bentuk‑bentuk organisasi yang ideal bagi partai‑partai tersebut.

Kaum borjuasi masih menguasai dunia, oleh karena itu partai‑partai Komunis dan Komunis Internasional sebagai satu kesatuan partai dari proletariat revolusioner seluruh dunia, memiliki satu kondisi yang sama, yaitu mereka harus sama‑sama memeranginya. Dalam periode‑periode mendatang, tugas terpokok dari seluruh partai Komunis adalah menaklukan borjuasi dan merebut kekuasaan darinya. Oleh karena itu, seluruh kerja organisasional dari partai-partai Komunis di negeri‑negeri kapitalis harus diarahkan untuk membentuk organisasi‑organisasi sedemikian rupa, sehingga mereka mampu menjamin dan mengawal kemenangan revolusi proletar dalam melawan kelas‑kelas pemilik alat produksi.

Kepemimpinan adalah syarat yang diperlukan bagi setiap tindakan politik dan ia merupakan faktor vital di tengah perkembangan yang sedemikian pentingnyanya dalam sejarah dunia. Pengorganisasian sebuah partai komunis pada hakekatnya adalah pengorganisasian kepemimpinan Komunis dalam kancah revolusi proletar.Agar partai menjadi pimpinan yang baik maka ia pun harus memiliki kepemimpinan yang baik pula. Oleh karena itu, tugas organisasional kita yang paling prinsipil adalah pembentukan organisasi dan pendidikan terhadap Partai Komunis. Hal ini dijalankan oleh organ‑organ yang berpengalaman, agar partai menjadi pimpinan yang efektif bagi gerakan proletariat revolusioner.

Untuk bisa menjalankan kepemimpinan dalam perjuangan kelas revolusioner, Partai Komunis dan organ‑organ pimpinannya harus memiliki daya juang besar, yang digabungkan dengan kem ampuannya untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi perjuangan. Lebih jauh lagi, untuk bisa menjalankan kepemimpinannya, Partai Komunis harus menjalin hubungan yang sedekat mungkin dengan massa proletar. Jika hubungan yang demikian itu tidak terjalin maka para pimpinan tidak akan bisa memimpin massa, paling jauh mereka hanya akan membuntut di belakang massa.
Hubungan sedekat mungkin dengan massa hanya akan bisa dicapai jika Partai Komunis mempraktekan sentralisme demokrasi.

II.TENTANG SENTRALISME DEMOKRASI

Sentralisme demokrasi dalam Partai Komunis haruslah merupakan sintesis yang riil, yakni sebuah penggabungan antara sentralisme dengan demokrasi proletar. Penggabungan ini hanya akan bisa dicapai jika organisasi partai terus menerus bekerja dan berjuang bersama‑sama sebagai satu kesatuan yang utuh. Sentralisasi dalam Partai Komunis bukanlah sentralisasi yang formal dan mekanik, melainkan sentralisasi aktivitas kaum komunis, untuk membangun kepemimpinan yang kuat, siap tempur, efektif dan sekaliqus fleksibel.

Sentralisas1 formal dan mekanik hanya akan mengakibatkan sentralisasi "kekuasaan" di tangan birokrasi partai, yang memungkinkan mereka mendominasi seluruh anggota partai atau massa proletariat revolusioner yang berada di luar partai. Hanya musuh-musuh Komunisme lah yang menganggap Partai Komunis hendak menggunakan kepemimpinannya terhadap perjuangan kelas proletar dan sentralisasi kepemimpinan Komunisnya ini untuk mendominasi proletariat revolusioner. Anggapan demikian adalah keliru besar. Demikian juga, setiap persaingan maupun perebutan kekuasaan dalam partai tidaklah sesuai dengan prinsip-prinsip sentralisme demokrasi yang diterapkan oleh Komunis Internasional.

Dalam organisasi gerakan buruh yang lama dan yang tidak revolusioner, telah muncul juga dualisme sebagaimana yang selama ini melekat dalam, organisasi negara borjuis: yakni dualisme antara "birokrasi": dengan "rakyat". Di bawah pengaruh lingkungan borjuasi yang bersifat melemahkan, telah terjadi pemisahan fungsi‑fungsi; demokrasi formal telah menggantikan partisipasi aktif rakyat pekerja. Sebagai akibatnya, organisasi kemudian dibagi antara para fungsionaris yang aktif dan massa yang pasif. Bahkan gerakan buruh yang revolusioner pun belum sepenuhnya terbebaskan dari pengaruh lingkungan borjuasi, borok‑borok formalisme dan dualisme semacam ini.

Partai-Partai Komunis harus mampu mengatasi kontradiksi-kontradiksi ini secara tuntas. Hal ini dilakukan dengan menjalankan kerja politik dan organisasional secara terencana serta terus menerus melakukan perbaikan dan perubahan.
Dalam menjalankan perubahan dari Partai massa Sosialis menjadi Partai Komunis, partai jangan hanya melakukan pemindahan kekuasaan ke Komite Sentral namun lalai dalam melancarkan perubahan‑perubahan dalam seluruh tatanan organisasinya. Sentralisasi jangan hanya disepakati dalam teori; ia harus diwujudkan dalam praktek. Dan ini hanya akan mungkin dicapai jika seluruh anggota melihat sentralisasi ini secara positif dalam rangka memperkuat kerja dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berjuang. Jika tidak demikian, maka massa akan melihat sentralisasi ini sebagai birokratisasi ­partai, dan akhirnya mereka akan menentang setiap upaya untuk memperkenalkan sentralisasi, kepemimpinan dan disiplin yang kuat.
Anarkisme dan birokratisme adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Demokrasi formal dalam organisasi tidak dapat mengatasi kecenderungan birokratik dan anarkistik dalam gerakan buruh, karena justru kedua kecenderungan ini terlahir dari demokrasi semacam ini.

Setiap upaya untuk mencapai sentralisasi organisasi dan kepemimpinan yang kuat tidak akan berhasil selama kita mempraktekkan demokrasi formal. Kita harus mengembangkan dan menjaga jaringan, hubungan serta kesatupaduan kerja, baik itu dalam partai sendiri, yaitu antara organ‑organ pimpinan dengan jajaran anggotanya, maupun antara partai dengan massa proletar yang ada di luar partai.

III.TENTANG KEWAJIBAN KERJA KAUM KOMUNIS

Partai Komunis harus menjadi sekolah kerja bagi Marxisme revolusioner. Hubungan yang organik antar organ partai dan antar anggota hanya akan terbina melalui kerjasama sehari-hari dalam organisasi‑organisasi partai.
Selama ini, partai‑partai Komunis legal belum sepenuhnya berhasil menggalang seluruh anggotanya dalam pekerjaan aktif sehari‑hari. Hal ini merupakan hambatan yang sangat besar untuk memajukan dan mengembangkan partai.
Tahap‑tahap awal perubahan dari partai buruh menjadi sebuah partai Komunis seringkali tidak lebih dari sekedar pencantuman program Komunis saja: yakni hanya menggantikan doktrin lamanya dengan Komunisme dan menggantikan pengurus-pengurus partai yang anti-komunis dengan orang-orang Komunis. Namun penerimaan terhadap program Komunis tak lebih dari sekedar menggambarkan keinginan partai tersebut untuk menjadi partai Komunis. Jika partai gagal menjalankan kerja Komunis dan jika massa anggotanya dibiarkan pasif, maka partai tidak akan bisa memenuhi kewajibannya yang paling minimum sekalipun, sebagaimana yang diamanatkan oleh program Komunis. Karena syarat yang paling utama menjalankan program adalah partisifasi secara penuh seluruh anggota dalam pekerjaan sehari-hari partai.

Seni menjalankan organisasi Komunis terletak pada kemampuannya untuk melibatkan segala hal dan semua orang dalam perjuangan kelas proletar, melakukan pendistribusian partai kerja partai secara efektif dikalangan seluruh anggota dan melalui anggota-anggota ini, terus menerus menarik massa proletar seluas mungkin ke dalam gerakan revolusioner. Artinya, partai harus selalu berada dalam posisi memimpin seluruh gerakan. Posisi kepemimpinan ini tidak diperoleh partai melalui pemaksaan kekuatan, namun melalui energinya yang besar, kemampuannnya yang beragam, pengetahuannya yang luas, pengalamanannya yang banyak dan fleksibilitasnya.
Sebuah partai Komunis haruslah terdiri dari orang-orang yang aktif saja, dan ia akan menuntut setiap jajaran anggota partai untuk mencurahkan segenap tenaga dan waktunya untuk pekerjaan partai. Disamping memiliki komitmen terhadap gagasan-gagasan komunisme, para anggota partai Komunis juga harus didaftarkan secara resmi, didahului dengan masa pencalonan, kemudian menjadi anggota resmi, membayar iuran anggota, berlangganan koran partai, dan sebagainya. Namun yang terpenting dari semua ini adalah keterlibatannya secara aktif dalam pekerjaan sehari-hari partai.
Agar bisa menjalankan pekerjaan sehari‑hari, tiap‑tiap anggota partai harus bergabung ke dalam group/kelompok kerja kecil seperti: sebuah komite, komisi, badan, group, fraksi maupun sel. Hanya dengan cara inilah kerja‑kerja partai dapat didistribusikan, diarahkan dan dijalankan secara tepat.

Tentu saja para anggota harus menghadiri pertemuan-pertemuan, rapat‑rapat umum yang diadakan organisasi-organisasi lokal mereka; dan sebuah partai Komunis yang legal jangan sampai tidak menyelenggarakan pertemuan‑pertemuan umum ini dan kemudian menggantinya dengan pertemuan‑pertemuan para perwakilan saja. Seluruh anggota partai berkewajiban untuk menghadiri pertemuan-pertemuan umum secara reguler. Namun hal ini tidaklah cukup. Persiapan-persiapan untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan semacam ini haruslah terlebih dahulu dilakukan oleh group-group kecil atau oleh kawan-kawan yang diserahi tugas melakukan perencanaan secara rinci bagi penyiapan dan penyelenggaraan pertemuan. Group‑group kecil ini secara efektif akan menggunakan dan mempersiapkan pertemuan‑pertemuan umum kaum buruh, demonstrasi‑demonstrasi maupun aksi massa kelas buruh. Hanya group‑group kecil seperti inilah yanq mampu mengkaji dan menjalankan sejumlah tugas lain yang berhubungan dengan aktivitas‑aktivitas semacam ini. Jika seluruh anggota tidak dibagi‑bagi ke dalam sejumlah qroup kecil, kedalam kerja sehari-hari bagi partai, maka semilitan apapun upaya yang dilakukan kelas buruh dalam memajukan perjuangan kelas, tidak akan membuahkan apa-apa, dan ia akan gagal mengkonsolidasikan seluruh tenaga proletariat revolusioner menjadi satu Partai Komunis yang kuat.

Sel‑sel Komunis harus dibentuk untuk menjalankan kerja sehari‑hari dalam berbagai lapangan aktivitas partai, seperti: agitasi dari rumah ke rumah, penyelenggaraan sekolah‑sekolah partai, kelompok pembaca surat kabar/koran partai, pendistribusian bahan bacaan, jasa pelayanan informasi, kerja‑kerja kurir dan sebagainya.
Sel‑sel Komunis merupakan unit‑unit dasar untuk menjalankan kerja sehari-hari Partai Komunis di pabrik-pabrik, serikat-serikat buruh, detasemen-detasemen militer dan di semua tempat dimana terdapat anggota maupun calon anggota partai, walaupun dalam jumlah yang sedikit. Dimana di suatu tempat, seperti di pabrik, serikat buruh dan sebagainya, terdapat anggota partai dalam jumlah besar, maka harus segera dibentuk fraksi yang kerja‑kerjanya diarahkan oleh sel Komunis.
Tujuan dari pembentukan sel‑sel Komunis secara tersendiri adalah untuk merebut kepemimpinan di suatu tempat. Hal ini bisa dijalankan baik melalui pembentukan fraksi yang beroposisi secara meluas terhadap kepemimpinan yang ada atau melalui keterlibatan secara aktif dalam fraksi‑fraksi yang‑sudah ada.

Permasalahan apakah sel Komunis harus menyatakan afiliasi partainya secara terbuka atau tidak, semuanya tergantung pada situasinya. Harus ada pengkajian terlebih dahulu mengenai keuntungan maupun kerugian dari tindakan‑tindakan semacam ini.
Pengenalan secara umum tentang kewajiban kerja dalam partai dan tentang group‑group kerja yang kecil ini merupakan tugas yang sangat sulit bagi partai‑partai Komunis yang berkarakter massa. Hasilnya tidak bisa kita peroleh dalam satu malam; untuk itu sangat diperlukan kesabaran, pertimbangan yang matang dan energi yang besar.

Sejak awal, pengenalan langgam kerja organisasi ini harus dilakukan sangat hati‑hati serta didahului dengan diskusi yang mendalam. Tentu merupakan hal yang mudah saja bagi partai untuk sekedar menempatkan para anggotanya ke dalam sel‑sel maupun group‑group kecil supaya mereka mudah terlibat dalam pekerjaan sehari‑hari partai, sebagaimana yanq selama ini tercantum dalam skema formal yang ada. Akan tetapi lebih baik tidak memulai pekerjaan dengan cara‑cara demikian, karena ini hanya akan memunculkan ketidakpuasan dan kebingungan di kalangan anggota partai terhadap langgam kerja baru ini.

Adalah sangat penting bagi organ‑organ pimpinan partai untuk mengadakan diskusi/konsultasi secara rinci dengan anggota-anggota partai. Diskusi harus dilakukan sesama Komunis yang teguh hati, tulus serta sebagai organisator yang cakap, yang memiliki pengetahuan mendalam terhadap situasi umum gerakan buruh di berbagai pusat gerakan di seluruh negeri. Berdasarkan penemuan‑penemuan inilah organ pimpinan partai kemudian menyusun prinsip‑prinsip dasar bagi metode kerja yang baru. Selanjutnya, para instruktur, organisator atau komisi pengorganisasian harus menyiapkan rencana kerja pada tingkat lokal, memilih pimpinan-pimpinan group serta melancarkan kampanye tentag langgam kerja yang baru ini. Setelah semua ini diselesaikan maka seluruh organisasi, group-group kerja, sel‑sel dan individu‑individu yang diberi tugas‑tuqas secara kongkrit, jelas, disepakati, diperlukan, partai harus memberikan peragaan bagaimana melaksanakan tugas tersebut. Dalam hal ini, peragaan dan pengarahan harus difokuskan pada kemungkinan munculnya kekeliruan yang harus dihindari dalam pelaksanaan tugasnya.

Reorganisasi harus dilakukan setahap demi setahap. Organisasi‑organisasi lokal jangan sampai tergesa‑gesa membentuk terlalu banyak sel dan group‑group kerja baru sekaligus. Para anggota partai harus diberi kesempatan untuk belajar terlebih dahulu dari pengalaman keberhasilan dalam pengorganisasian sel-sel di pabrik‑pabrik besar dan di serikat‑serikat buruh. Dan para anggota harus juga belajar dari pengalaman pembentukan group-group kerja partai yang menangani informasi, komunikasi, agitasi dari rumah ke rumah, gerakan perempuan, distribusi koran, mengurus pengangguran atau semacamnya. Bentuk‑bentuk organisasi yang lama jangan lah semena‑mena dibubarkan jika kerangka organisasi yang baru belum terbangun.
Akan tetapi, kerja organisasional Komunis harus selalu dilakukan dengan penuh keteguhan hati dalam meraih tujuan. Tugas ini berlaku tidak saja bagi semua partai legal, namun juga bagi semua partai illegal. Partai harus selalu mengembangkan kerja organisasional ini, hingga jaringan sel‑sel Komunis, fraksi-fraksi dan group‑group kerja berhasil dibentuk di seluruh pusat perjuangan massa proletar, hingga partai menjadi kuat dan jelas arah tujuan perjuangannya, hingga seluruh anggotanya terlibat secara penuh dalam pekerjaan revolusioner sehari‑hari dan, untuk kemudian, menerima keterlibatannya ini sebagai suatu kewajaran.

Organ-organ pimpinan partai jangan sampai lengah dalam mengontrol kerja-kerja elementer organisasional ini dan ia harus selalu memberikan arahannya secara konsisten. Hal ini menuntut upaya yang sungguh‑sungguh keras dari kawan‑kawan pimpinan partai. Kepemimpinan dalam Partai Komunis tidak hanya bertanggung-jawab dalam memastikan selesai atau tidaknya suatu pekerjaan, namun ia juga harus membantu dan mengarahkan pekerjaan ini secara sistematis. Untuk itu, kawan‑kawan pimpinan harus membekali diri dengan dengan pemahaman praktis terhadap kondisi khas yang melingkupi dan menjadi orientasinya. Mereka juga harus mengawasi jika terjadi kekeliruan. Mereka harus memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk memperbaiki metode kerja, tanpa melupakan tujuan-tujuan perjuangannya.
Kerja partai ini selain meliputi perjuangan praktis dan teoritis secara langsung, juga meliputi kerja‑kerja persiapan untuk melaksanakan kedua perjuangan tadi. Selama ini pengorganisasian kerja partai dijalankan secara kurang memuaskan. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sebenarnya sangat penting namun tidak dilaksanakan secara sungguh‑sungguh, misalnya adalah kerja-kerja partai legal dalam menangkal agen‑agen polisi rahasia negara. Masalah lainnya adalah tentang materi training terhadap kawan‑kawan, pelaksanaannya sering dilakukan secara sembarangan dan tidak serius sehingga sebagian besar anggota bahkan tidak memahami program‑program partai atau resolusi‑resolusi yang dikeluarkan oleh Komunis Internasional. Seluruh organisasi dan group‑group kerja partai harus mendidik para anggotanya secara sistematik dan reguler, dengan demikian mereka bisa didorong untuk menjalankan spesialisasi‑spesialisasi yang lebih tinggi lagi.

Salah satu kewajiban organisasi Komunis adalah membuat laporan. Hal ini berlaku bagi seluruh organisasi, organ dan para anggota. Laporan‑laporan reguler harus dibuat sesuai dengan jadwalnya, sementara laporan-laporan khusus juga dibuat bagi setiap tugas khusus yang telah dijalankan atas instruksi partai. Adalah penting untuk membuat dan menyusun laporan tersebut secara sistematik sesuai dengan prosedur laporan dari tradisi gerakan Komunis.

Partai harus membuat laporan kegiatannya secara reguler kepada organ pimpinan Komunis Internasional. Setiap organisasi partai harus menyajikan laporannya kepada komite yang tepat berada di atasnya (sebagai contoh: organisasi lokal harus membuat laporan bulanannya ke komite lokal partai).
Tiap-tiap sel, fraksi dan group kerja harus membuat laporan kepada organ partai yang memimpinnya. Sementara itu, seluruh anggota juga harus membuat laporan tentang kemajuan kerja mereka seminggu sekali kepada sel atau group kerjanya, dan kepada organ partai yang telah memberinya tugas khusus.

Laporan harus selalu dibuat begitu ada kesempatan. Laporan-laporan itu bisa disampaikan secara lisan jika memang partai ataupun organ yang bersangkutan tidak khusus memintanya secara tertulis. Laporan harus ringkas dan dan langsung ke pokok masalah. Orang yang menerima laporan harus bertanggung jawab untuk mengamankan informasi tersebut dan jangan sampai mempublikasikannya. Begitu dia menerima laporan, dia harus segera menyampaikannya tanpa ditunda-tunda kepada organ partai yang bersangkutan.

Tentu saja, laporan‑laporan partai ini tidak hanya memuat aktivitas Si Pembuat laporan. Si Pelapor juga harus menyampaikan seluruh hasil pengamatannya selama dia menjalankan pekerjaan partai, terutama mengenai hal‑hal yang bersangkutan dengan perjuangan. Yang dimaksudkan disini adalah hal-hal yang sekiranya akan bisa dipertimbanqkan untuk mendorong perubahan-perubahan maupun untuk perbaikan-perbaikan kerja selanjutnya. Para anggota harus menyampaikan usulan‑usulan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam dalam pelaksanaan kerja partai. Sel-sel Komunis, fraksi-fraksi dan group-group kerja harus mendiskusikan seluruh laporan yang mereka terima atau yang mereka sampaikan. Diskusi terhadap isi laporan harus menjadi kebiasaan dalam kerja.

Sel-sel maupun group-group kerja harus menugaskan setiap anggota maupun setiap group-groupnya untuk secara teratur mempelajari dan melaporkan aktivitas-aktivitas organisasi buruh yang didominasi elemen borjuis kecil dan terutama sekali, seluruh organisasi partai-partai “sosialis”. Bersambung.........
Read more ...

Sabtu, 18 Juni 2011

Pesawat Baru Presiden

Jika tidak ada aral melintang, maka dua tahun ke depan Presiden Indonesia akan mempunyai pesawat khusus. Pesawat itu adalah pesawat khusus kepresidenan. DPR sendiri sudah menyatakan setuju dengan rencana tersebut. Dan, karenanya, DPR membolehkan pemerintah mempergunakan anggaran APBN 2011 sebesar Rp200 milyar untuk uang muka pembelian pesawat.

Untuk kebutuhan pesawat khusus kepresidenan ini, pemerintah telah membeli pesawat Boeing Business Jet bertipe 737-800 BBJ-2 seharga US$58 juta atau Rp496 miliar. Menurut Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, harga itu sudah dinegosiasikan dengan pihak perusahaan Boeing dan pemerintah sudah mengurangi harganya sebesar US$4 juta.

Terhadap rencana ini, sebagian pihak menyatakan bahwa Presiden RI sekarang ini memang memerlukan sebuah pesawat khusus kepresiden. Selain untuk menambah gengsi presiden Indonesia di mata dunia, program pembelian pesawat kepresidenan ini juga untuk menghemat anggaran. Pasalnya, menurut sejumlah data, Anggaran sewa pesawat terbang untuk keperluan perjalanan dinas Presiden dan Wapres RI setiap tahunnya Rp180 miliar atau totalnya Rp900 miliar untuk satu periode pemerintahan. Dengan membeli pesawat baru, maka pemerintah Indonesia diharap bisa menghemat anggaran itu.

Presiden Indonesia memang memerlukan pesawat. Akan tetapi, pertanyaannya: apakah pembelian pesawat itu tepat jika dilakukan sekarang atau tidak? Apakah mesti harus membeli pesawat yang elit atau tidak?

Soal penghematan anggaran, bukan hanya biaya perjalan presiden yang perlu dihitung, tetapi urgensi kunjungan Presiden ke luar neger juga perlu dihitung. Pasalnya, SBY disebut-sebut salah satu Presiden Indonesia yang paling sering melakukan kunjungan ke luar negeri. Menurut sumber FITRA, Gus Dur mengunjungi 50 negara dengan anggaran Rp 48 milyar (FITRA), Megawati melakukan 15 kali kunjungan di 49 negara dengan menghabiskan Rp48,8 milyar, dan SBY melakukan kunjungan 35 kali di 70 negara dengan mengabiskan Rp813 milyar. Pembengkakan anggaran kunjungan Presiden SBY juga sering terjadi karena membawa rombongan terlalu banyak.

Seringkali kunjungan itu tidak membawa hasil sama sekali. Bahkan, kalau kita periksa lagi, hampir semua kunjungan SBY ke luar negeri hanyalah sebuah “prosesi” untuk mengundang modal asing masuk ke Indonesia. Lagi pula, di tengah berbagai persoalan rakyat di dalam negeri, ada baiknya Presiden SBY berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaannya di dalam negeri.

Kendati biaya pembelian pesawat dianggap lebih murah ketimbang biaya perjalanan Presiden selama satu periode pemerintahannya. Akan tetapi, harga Rp496 miliar itu barulah harga pesawat, belum termasuk kebutuhan membangun hanggar, kebutuhan pilot dan kru-nya, kebutuhan pembelian bahan bakar, kebutuhan tim (unit kerja) baru di bawah kantor Kepresidenan untuk mengelola dan merawat pesawat itu.

Lagi pula, kebijakan pembelian pesawat baru Kepresidenan berlawanan dengan kampanye Presiden SBY sendiri, yaitu tentang perlunya efisiensi atau penghematan anggaran. Kita menemukan sebuah fakta tak terbantahkan, bahwa pemerintah begitu gampang mengeluarkan anggaran untuk membelanjai dirinya, ketimbang untuk membelanjai rakyat banyak.

Sumber : Berdikarionline.com
Read more ...

Rabu, 15 Juni 2011

Surat Palsu Andi Nurpati Ditemukan Tukang Foto Copy

Andi Nurpati
JAKARTA-  Mestariani Habie, anggota DPR Komisi II mengaku mendapatkan surat palsu putusan MK dari seorang tukang fotocopy di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2009. Mestariani adalah orang yang bersengketa dengan Dewi Yasin Limpo dari Hanura untuk memperebutkan kursi dari Dapil Sulawesi Selatan.

Ditengarai, surat palsu tersebut melibatkan anggota KPU, Andi Nurpati yang saat ini menjadi petinggi Partai Demokrat.


Kasus dugaan pemalsuan dokumen MK oleh Andi Nurpati itu berawal pada Agustus 2009. Tanggal 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil Sulsel, yang diperebutkan Dewi Yasin Limpo dari Hanura dengan Mestariani Habie dari Gerindra.

MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya, pemilik kursi yang ditanyakan jatuh kepada Mestariani Habie. Tetapi, KPU ternyata telah menjatuhkan putusan bahwa kursi tersebut diberikan kepada Dewi Yasin Limpo. Putusan versi KPU, didasarkan pada surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU.

Keputusan ini membuat MK mengecek surat tanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi Yasin Limpo adalah palsu.

“Saya dapat fotocopy surat palsu putusan MK di tempat fotocopyan di KPU, ada orang baik yang menyerahkannya kepada saya,” kata Mestariani saat rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan Bawaslu, di Jakarta, Selasa (14/6/2011).

Dikatakan, Mestariani, ketika itu sulit sekali untuk mendapatkan data dari KPU. “Ini harus diusut, karena banyaknya masalah di KPU,” ujar Mestariani.
(ugo)
(mbs)

Sumber :  http://news.okezone.com 
Read more ...

Rabu, 08 Juni 2011

Badai Api Matahari, Indonesia Masih Aman

INILAH.COM, Jakarta - Terlihat aktif, namun juluran lidah matahari yang terjadi kemarin tidak berisiko bagi jaringan satelit di Indonesia.

Menurut hasil pemantauan NASA, lidah api matahari terlihat aktif lagi siang ini, dengan disertai coronal mass ejection (CME). Ini merupakan fenomena ledakan di atmosfer matahari yang akan meningkatkan radiasi dan temperatur hingga jutaan Kelvin. NASA mencatat bahwa terjadi badai radiasi minor kemarin, dengan arah looping.
“CME tidak berdampak bagi bumi jika lemparannya looping, yaitu arahnya melengkung dan jatuh kembali ke matahari. Fenomena yang berbahaya adalah jika lidah itu lepas dengan jarak yang sangat jauh,” ujar Abdul Rahman, peneliti senior Astronomi dan Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional hari ini (8/7).
“Tapi itu pun hanya berdampak bagi bumi jika posisi jatuhnya tepat di bumi,” tambahnya.
Menurut keterangannya, jika hal itu sampai terjadi, maka akan berdampak kepada teknologi, misalnya gangguan kerja satelit, komunikasi di stasiun luar angkasa, atau ke jaringan listrik.
“Sejauh ini di Indonesia hal itu belum terlihat berrisiko, karena Indonesia terletak di lintang rendah.”
Abdul mengatakan bahwa fenomena CME sering terjadi, namun dampaknya hanya dirasakan di negara-negara Eropa atau Amerika, yaitu daerah-daerah lintang tinggi, seperti yang pernah terjadi di Kanada tahun 1989.
Meski mengaku sejauh ini lembaganya belum memantau secara langsung, namun ia mengungkapkan Indonesia masih aman-aman saja dari risiko gangguan listrik atau satelit. [mor]

Sumber : http://id.berita.yahoo.com/badai-api-matahari-indonesia-masih-aman-062000030.html;_ylt=AtRr9utNIFxMuMQTfybSU4acV8d_;_ylu=X3oDMTNwdXJuM2pvBGNjb2RlA3dlaWdodGVkY3QEcGtnAzE0YzgwMDMzLTgzYzctMzcxZS1hNTZjLTE2NjljMGFmZmNiNgRwb3MDNgRzZWMDbW9zdF9wb3B1bGFyBHZlcgM2NmNkNWQ3MC05MTllLTExZTAtYmFiZi0wYjUwMjhkZmUxZTI-;_ylg=X3oDMTF0MjM1bzhuBGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDBHBzdGNhdAN0ZWtub2xvZ2kEcHQDc2VjdGlvbnMEdGVzdAM-;_ylv=3
Read more ...

Pemkab Pidie Hanya Terima Rp 653 Juta

Dari 12 Tambang Emas

Sumber : http://aceh.tribunnews.com

 
SIGLI- Dari 12 perusahaan tambang emas telah memperoleh izin melakukan ekplorasi (penelitian) terhadap potensi emas di kawasan pergunungan Geumpang, Mane dan Tangse sejak tahun 2006, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie, hanya menerima setoran sewa lahan Rp Rp 653.635.000. Pemasukan itu bukan dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan penerimaan negara bukan pajak sebesar 80 persen yang dikembalikan untuk daerah.


Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Pidie, Mulyadi Yacob, kepada Serambi, Selasa (7/6) mengatakan, izin untuk ekplorasi dari 12 perusahaan tambang emas di Geumpang, Mane dan Tangse itu, ada yang sudah mencapai lima tahun. Selama ini, kata Mulyadi, perusahaan tambang emas tersebut hanya membayar biaya sewa lahan bukan dalam bentuk PAD, melainkan penerimaan negara bukan pajak. Dengan ketentuan, sebut Mulyadi, sebesar 80 persen dikembalikan ke daerah, sisanya 20 persen mengalir ke pusat.

Dikatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2003, bahwa landrent (sewa lahan) yang dibayar oleh perusahaan dihitung per hektare dan per tahun. Di mana setiap tahun nilai landrent bertambah Rp 500/hektare. Yaitu, tahun pertama Rp 2.000/hektare/tahun, tahun kedua 2.500/hektare/tahun dan tahun ketiga 3.000/hektare/tahun. Perusahaan membayar sendiri setoran kepada pemerintah daerah via bank yang ditunjuk. Disperindagkop hanya diberikan kwitansi tanda pembayaran sewa tersebut. “Kami mengetahui angka setoran sewa lahan ketika pihak perusahaan tambang emas ingin memperpanjang izin eksplorasi kembali. Tapi, kalau tidak kita tidak mengetahui berapa penerimaan daerah bukan pajak tersebut. “Saat ini, setoran 12 perusahaan tambang emas itu untuk Pemkab Pidie berjumlah Rp 653.635.000,”sebut Mulyadi didampingi Kabid Pertambangan Disperindagkop Pidie, Teuku Irwasnsyah SE MM.

Disinggung bagaimana jika ekplorasi tambang emas itu telah mengganggu perkampungan penduduk, menurutnya selama ini survei yang dilakukan perusahaan tidak bermasalah, kendatipun lahan yang dilakukan ekplorasi terletak di kawasan adanya penduduk. Kecuali, kata Mulyadi, perusahaan tambang emas melakukas eksploitasi. “Kalau eksploitasi harus dilengkapi persyaratan yang lengkap, termasuk kajian Amdal serta persetujuan masyarakat yang mendiami kawasan lokasi tambang emas tersebut,”tambahnya.

Sebelumnya, Ketua LSM Pidie Transparansi Anggaran (PiTA) Pidie, Ismail Von Sabi mengatakan, Pemkab Pidie diharapkan memperjelas izin eksplorasi tambang emas di Geumpang. Jika tidak ada pemasukan ke kas daerah sebaiknya izin tersebut ditutup saja. “Harus dievaluasi kembali izin eksplorasi bagi untuk perusahaan tambang emas, jangan sampai merugikan daerah,”kata Ismail.

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat di Pidie, selain ada 12 perusahaan yang sah dan memiliki izin eksplorasi, ada juga sejumlah perusahaan ilegal yang melakukan penambangan emas di kawasan Gunung Geumpang dan Tangse, Kabupaten Pidie. Katanya, perusahaan–perusahaan tanpa izin itu terus melakukan galian dengan mendatangkan pekerja dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Medan, dan daerah lainnya. Meski tanpa melakukan survei, namun perusahan–perusahaan tanpa izin itu disebut-sebut selalu memperoleh hasil emas dari hasil mengorek gunung Geumpang.(naz)
Read more ...

Sabtu, 04 Juni 2011

DPR Aceh Diminta Segera Tuntaskan Aturan Mengenai Calon Independen

Sumber :http://berdikarionline.com/kabar-rakyat/20110114/dpr-aceh-diminta-segera-tuntaskan-aturan-mengenai-calon-independen.html

Sehubungan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut pasal 256 UU Pemerintahan Aceh mengenai pembatasan calon Independen, maka Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) diminta untuk segera menuntaskan pembuatan aturan (qanun)

Sekretaris Kaukus Partai Politik Rahmat Djailani menegaskan bahwa pemerintah maupun DPRA harus mempercepat penyelesaian qanun mengenai calon independen dalam waktu dekat ini.

Rahmat mengkhawatirkan apabila qanun ini terus tertunda, maka hal itu akan menyulitkan bagi calon independen. “Ini supaya Komisi Independen Pemilihan (KIP) mempunyai landasan hukum yang kuat dalam soal-soal menyangkut teknis,” katanya.

Selain persoalan qanun, Rahmat juga menyoroti soal data kependudukan dan data pemilihan yang seharusnya akurat. “Pemerintah Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota harus segera menuntaskan Daftar Pemilih Tetap secepat mungkin, jangan sampai kekisruhan DPT seperti Pemilu Presiden dan Legeslatif beberapa tahun lalu terulang di sini,” tegasnya.

Pendapat hampir senada juga disampaikan aktivis perempuan, Sri Wahyuni, SH, yang juga kepala biro perempuan Partai Rakyat Aceh (PRA). Menurut Sri Wahyuni, qanun ini sangat diperlukan agar semua kandidat punya aturan main, termasuk kaum perempuan yang akan berpartisipasi dalam pilkada.
“Gerakan perempuan menyambut baik pengesahan calon independen, sebab dengan demikian, kaum perempuan punya kesempatan dalam ruang politik. Tetapi, jika qanun-nya tidak segera dituntaskan, maka partisipasi perempuan bisa dihambat,” ungkapnya.
Read more ...

Jumat, 03 Juni 2011

Irwandi Yusuf : Itu Fitnah Besar

* Aktor Demo Akan Dilapor ke Polda Metro Jaya
 
BANDA ACEH - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menilai, ada skenario politik yang sedang berusaha menebar fitnah besar dengan menuduh dirinya sebagai koruptor. “Saya tegaskan ya, saya ini bukan koruptor, saya difitnah!” ujar Irwandi dalam nada tinggi. Ia menegaskan hal itu kepada Serambi di ruang kerjanya, Rabu (1/6), sebagai hak jawab atas pemberitaan Serambi (1/6) mengenai aksi demo yang menuding dirinya sebagai koruptor.


Menurut Irwandi, aksi demo itu dilakukan Gerakan Rakyat Antikorupsi (GeRAK) Indonesia di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Jakarta, Selasa (31/5). Demo itu menuntut KPK segera menuntaskan dugaan kasus korupsi di tubuh Pemerintahan Aceh. Irwandi menyebut demo itu menjurus pada penghasutan dan fitnah terhadap dirinya.

“Aksi demo itu saya nilai masuk dalam kategori tindakan mencemarkan nama baik kami sebagai Gubernur Aceh. Juga telah melanggar asas praduga tak bersalah. Untuk itu, saya akan laporkan ke Polda Metro Jaya,” tegas Irwandi Yusuf.

Demo yang dilancarkan Koordinator GeRAK Indonesia, Akhiruddin Mahjuddin itu, menurut Irwandi, bermotif politis. Ada beberapa pihak yang ikut dalam aksi tersebut. Di antaranya orang-orang yang akan mencalonkan diri menjadi Gubernur Aceh periode 2012 - 2017. “Mereka yang saya duga ikut terlibat dalam aksi tersebut sudah saya minta penjelasan. Kenapa mereka melakukan tindakan tercela itu?Tapi mereka saling tuding dan berkilah menyatakan tidak ikut dalam aksi demo GeRAK Indonesia tersebut,” ujar Gubernur Irwandi.

Kasus RSUZA
Menyangkut isu dugaan korupsi pengadaan alat medis di RSUZA Banda Aceh, yaitu CT-Scan dan Chat Lab yang diindikasikan ada penggelembungan harga (markup) Rp 18 miliar, Irwandi mengatakan, KPK sudah menyelidikinya. Bahkan Direktur RSUZA dr Taufik Mahdi SpOG dan panitia lelang, maupun kuasa pengguna anggaran (KPA) dan PPTK-nya, sudah dimintai keterangan oleh KPK. Namun, sampai kini KPK belum menetapkan siapa tersangkanya.

Kejaksaan Tinggi Aceh juga sudah mengusutnya, tapi belum ditemukan unsur korupsi. Jadi, apa yang diinginkan GeRAK agar dugaan kasus korupsi pengadaan CT Scan dan Chat Lab RSUZA diusut, sudah disahuti aparat penegak hukum. “Tapi kenapa dalam demonya membawa membawa poster besar berfoto Gubernur Aceh disertai tulisan ‘Tangkap Segera Gubernur Aceh’. Apa maksud mereka?” tukas Irwandi bernada tinggi.

Ia juga menjelaskan, pengadaan alat medis RSUZA itu sudah diserahkan sepenuhnya kepada manajemen RSUZA. Jadi, kalau terjadi pelanggaran hukum dalam pengadaannya, maka pihak manajemen RSUZA-lah yang sepenuhnya bertanggung jawab, bukan Gubernur Aceh. Jalan pikiran itu dibenarkan Direktur RSUZA Banda Aceh, dr Taufik Mahdi.

Menurut Taufik, demo GeRAK Indonesia yang mengait-ngaitkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam dugaan kasus markup pengadaan CT Scan dan Chat Lab RSUZA dan lainnya itu lebih menjurus kepada tendensi politis. “Terhadap dugaan itu, kami bersama staf yang terlibat dalam pengadaan kedua alat medis canggih itu telah dimintai keterangan oleh KPK. Tapi sampai kini KPK juga belum menetapkan tersangkanya,” terang Taufik Mahdi.

Sudah diperiksa BPK
Terkait dengan pekerjaan kegiatan lanjutan (DPAL) proyek APBA 2009 senilai Rp 490 miliar yang tidak dianggarkan dalam APBA 2009 yang dipaparkan AJMI dan MPK dalam demonya di Gedung DPRA Banda Aceh, Selasa lalu, Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan, masalah itu telah diperiksa BPK. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sampai kini belum ada masalah. Ini artinya, pelaksanaan DPAL 2009 tersebut sudah berjalan sesuai dengan mekenisme dan aturan pelaksanaan APBD.

Melanggar asas
Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh, Makmur Ibrahim MH dalam siaran persnya, antara lain menyatakan, demo yang menuding Gubernur Aceh sebagai koruptor, jelas sebagai tindakan mencemarkan nama baik Gubernur Aceh, karena hal itu melanggar asas praduga tak bersalah.

“Jika memang GeRAK telah mengadukan kasus itu kepada KPK, sebaiknya tunggu saja hasil pemeriksaan. “Jangan menghukum Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dengan menempatkan beliau seakan-akan sudah terbukti bersalah,” kata Makmur dalam siaran persnya kepada Serambi.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRA, Amir Helmi SH mengatakan, aksi demo memang dibolehkan dan diatur dalam UU, tapi jangan sampai melanggar asas praduga tak bersalah. Pelaksanaan pemerintahan di Aceh selama ini masih berjalan baik dan normal, bahkan sudah banyak provinsi lain yang belajar ke Aceh. Misalnya, untuk Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), lima provinsi belajar ke Aceh. Papua pun ikut belajar pemanfataan dana Otonomi Khusus (Otsus) ke Aceh.

“Untuk itu, menjelang pilkada ini kami harap kepada pihak yang ingin ikut dalam pilkada untuk bisa sama-sama menjaga kondisi yang sudah kondusif ini, sampai terpilihnya gubernur dan wakil gubernur Aceh periode 2012-2017 secara demokratis, jujur, dan damai, tanpa tekanan,” ujarnya.
(her)   
 
Sumber : http://aceh.tribunnews.com/news/view/57749/itu-fitnah-besar 
Read more ...

Rabu, 01 Juni 2011

Ekonomi Nasional Sudah Darurat?

Dalam beberapa hari terakhir, Harian KOMPAS banyak mengangkat soal dominasi asing dalam perekonomian nasional. Lalu, saat presidential lecture di Universitas Gajah Mada (UGM), Prof BJ Habibie kembali mengulang keprihatinan itu dengan mengatakan bahwa “industri nasional sudah lama lumpuh.”


Menurut mantan Presiden RI ini, enam belas tahun sudah industri transportasi Indonesia sebagai salah satu industri strategis lumpuh. Sebanyak 48.000 ahli teknologi Indonesia dibubarkan begitu saja,” ungkapnya.
Padahal, menurut Habibie, Indonesia sebenarnya sudah memiliki industri-industri strategis seperti PT Dirgantara dan PT PAL, yang mampu memproduksi pesawat terbang dan kapal berkelas internasional. Akan tetapi, industri-industri strategis tersebut dimatikan secara pelan-pelan sebelum berkembang pesat.

Habibie membeberkan sejumlah penyebab kehancuran industri tersebut, diantaranya: pintu ekspor dibuka lebar-lebar, pasar dalam negeri dikuasai produk asing, dan masyarakat dididik hanya untuk konsumtif.

Apa yang disampaikan oleh Habibie ada benarnya. Kenyataan mengenai de-industrialisasi sudah banyak dikemukakan oleh para ekonom, peneliti, maupun kalangan politisi. Kali ini, karena disampaikan oleh seorang mantan Presiden dan sekaligus intelektual terkemuka, maka persoalan de-industrialisasi tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Menko Perekonomian Hatta Radjasa berusaha membantah. Katanya, dominasi asing tidak bisa dilihat pada hanyak sektor minyak dan gas, atau pertambangan secara umum, tetapi harus dilihat secara umum. “Kalau secara menyeluruh, sebenarnya tidak ada,” kata Menteri yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Secara sekilas, bantahan Hatta Radjasa nampak benar, tetapi sebetulnya sangat keliru. Kalau sektor pertambangan, khususnya energy, telah dikuasai oleh pihak asing, maka sektor manapun akan dengan mudah dikuasai oleh pihak asing. Bukankah ada orang yang pernah berkata: “Siapa yang mengontrol keran minyak dunia, maka dia sudah mengontrol ekonomi global.”

Tentu saja, tanpa cadangan energi yang memadai, sebuah bangsa akan kesulitan untuk membangun perekonomiannya. Bukankah untuk menjalankan industri, elektrifikasi, pertanian, rumah tangga, transportasi, dan segala macamnya, itu semuanya membutuhkan energy.

Dominasi asing di sektor energi telah menjadi penyebab utama hancurnya sebagian besar industri di dalam negeri. Bahkan, ketika PLN harus melakukan pemadaman listrik bergilir, salah satu persoalannya adalah karena berkurangnya pasokan energi.

Persoalan lain yang juga cukup berkontribusi pada kehancuran industri nasional adalah pembukaan pasar yang seluas-luasnya. Proses de-industrialisasi sudah berlangsung parah sejak satu dekade terakhir, tetapi mencapai tingkat paling parah di era pemerintahan SBY sekarang ini. Hal itu terjadi karena SBY-lah presiden paling liberal dan paling agressif dalam membuka pasar dalam negeri untuk impor dari negeri-negeri imperialis. Hampir semua barang kebutuhan hidup, yang sesungguhnya ada dan bisa diproduksi di dalam negeri, justru diperoleh melalui impor dari negeri-negeri imperialis.

Pembukaan pasar di dalam negeri, sebagaimana diakui pula oleh Habibie, nampak begitu jelas dengan menjamurnya mal-mal yang memasarkan produk dari luar negeri, sedangkan produk sejenis di dalam negeri dibiarkan menjadi rongsokan dan dianggap sebagai hal wajar dari konsekuensi persaingan ekonomi.

Contoh terbaru dari kebijakan pasar bebas ini adalah pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Baru setahun lebih pemberlakuan ACFTA, kehancuran yang ditimbulkannya sudah sangat luar biasa: PHK massal, de-industrialisasi, pasar domestik dikuasai barang-barang produk Tiongkok, dan lain-lain.
Apa yang kami sampaikan di atas tentu sudah seringkali tersampaikan, sehingga mungkin terkesan mengulang-ulang. Akan tetapi, apa yang penting kami sampaikan di sini, adalah bahwa persoalan de-industrialisasi bukan lagi diskusi pinggiran, tetapi kini sudah masuk dalam kekhawatiran umum. Dengan KOMPAS mengangkat tema penguasaan asing ini, juga penjelasan dari BJ Habibie, ada sebuah pesan yang sangat jelas di sini: ekonomi nasional sudah sangat darurat!

Sumber : http://berdikarionline.com/editorial/20110528/ekonomi-nasional-sudah-darurat.html
Read more ...

Pilkada Aceh: Dari Pengumpulan KTP Hingga Politik Uang

Perjuangan masyarakat sipil Aceh berhasil membuka ruang demokrasi seluas-luasnya, ditandai dengan keberhasilan mencabut pasal 256 UU Pemerintahan Aceh yang mengatur soal calon perseorangan. Perjuangan ini dilakukan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Desember lalu, sekaligus kemenangan bersejarah bagi seluruh bakal calon kandidat Gubernur maupun bupati yang hendak maju dari jalur perseorangan. Meskipun begitu, tidak semua elit politik di Aceh setuju dengan kemajuan demokrasi ini, dan mereka tidak menginginkan kekuatan politik lain memimpin Aceh. Ada pula yang mendukung calon independen, tetapi sulit untuk mempercayai bahwa calon independen bisa menjalankan roda pemerintahan karena sulitnya mendapat dukungan parlemen.

Namun, di balik semua itu, kita membutuhkan kedewasaan politik semua pihak dalam menilai dan menyikapi putusan MK tersebut. Nilai plusnya ada pada penegakan hukum yang dilakukan oleh MK yang masih pro-demokrasi. Artinya, kita patut memberi apresiasi kepada MK atas keberanian yang luar biasa dalam mencabut pasal 256 dan mengabulkan seluruh tuntutan penggugat. Akhirnya, Aceh kembali bisa menikmati calon perseorangan untuk bertarung dalam pilkada dalam waktu dekat.
Nah, pertanyaannya: bagaimana melihat implementasi pasca MK memenangkan gugatan beberapa orang masyarakat sipil tersebut ? Akankah Pemerintah Aceh baik Eksekutif maupun Legeslatif menyambut baik putusan ini ? Jawab: belum ada jawaban. Tinggal kita lihat sejauh mana DPRA mempercepat pembuatan qanun sebagai acuan Komite Independen Pemilihan (KIP) dalam mewasiti kompetisi pesta demokrasi tahun 2011 ini. Sebab, jika DPRA lambat untuk menciptakan qanun itu, maka proses demokrasi ini bisa teciderai oleh permainan kotor dalam politik.
Sejauh ini, geliat politik di Aceh sudah ditandai dengan kesibukan masing-masing kandidat untuk mengurus kelengkapan administrasi. Kandidat yang hendak maju dari partai politik sedang sibuk mencari dukungan parpol, sementara calon kandidat independen sibuk menggali dukungan dari massa rakyat di pelosok-pelosok. Hirup-pikuk pencalonan ini saja sudah mendorong pemanasan suhu politik hingga ke desa-desa. Para calon kandidat sudah memanfaatkan khutbah – khutbah jumat, memasang baliho di pinggir jalan, cetak kalender, membuat pertemuan di desa – desa, dan memulai ke dayah – dayah guna mencari dukungan.
Pada lapangan praktis, perjuangan untuk menjadi kandidat independen jauh lebih berat ketimbang maju dari parpol. Seorang calon independen harus mengumpulkan KTP sebagai persyaratan administatif, dan itupun masih akan diverifikasi oleh panitia pemilihan sebelum mendapatkan penetapan sebagai kandidat sah. Berbeda dengan pilkada lima tahun silam dimana surat dukungan banyak orang bisa disatukan dalam satu surat dukungan, maka sekarang ini surat dukungan harus ditandangani setiap orang, dilengkapi KTP dan materai.
Proses pengumpulan KTP ini akan berhadapan dengan beberapa tantangan: Pertama, masyarakat Aceh semakin banyak yang alergi dengan politik, sehingga sangat sulit mendapatkan dukungan maupun KTP dari mereka. Kedua, Karena buruknya administrasi kependudukan, maka masih banyak warga yang belum punya KTP tetapi ada pula yang punya KTP ganda. Ketiga, Menguangtnya pragmatism di tingkatan massa rakyat, yang sangat memungkinkan menjadi lahan subur “politik uang”. Artinya, mereka yang bisa mudah mendapatkan KTP adalah para pembeli surat dukungaan.
Apa yang terjadi selanjutnya ? Dengan waktu yang semakin mepet, dan apatisnya masyarakat terhadap politik, maka banyak kandidat akan mengambil jalan pintas dengan membeli semua KTP dari masyarakat. Ini akan menjadi dilema bagi KIP dan panitia pemantau pemilu, apakah ini politik uang atau bukan, atau apakah ini yang di sebut dengan cost politic?
Tetapi, menurut saya, parameternya sudah sangat jelas: penggunaan uang untuk operasional pengumpulan KTP masuk dalam kategori cost politic, sementara upaya membeli surat dukungan atau KTP dikategorikan politik uang. Modus politik uang saat pengumpulan KTP pun bisa macam-macam, mulai dari modus beli KTP orang secara langsung hingga kedok “foto-copy KTP dengan biaya puluhan ribu”.
Ini akan menjadi tantangan besar bagi demokrasi Aceh yang baru lahir kembali. Demokrasi di Aceh akan diuji ketangguhannya di sini. Gerakan rakyat dan gerakan pro-demokrasi harus ambil bagian dalam mengawal proses ini, terutama dalam meminimalkan potensi politik uang dan kecurangan-kecurangan lainnya.
Terlepas dari itu semua, ini merupakan sebuah kemajuan demokrasi yang perlu kita kawal dan sempurnakan. Juga, bahwa proses demokrasi ini harus segaris dengan aspirasi kolektif untuk menciptakan perdamaian di Aceh yang Abadi.
Read more ...
Designed By VungTauZ.Com